Teori Pemikiran Ekonomi Syariah By : Hisam Ahyani "Pemikiran Teologi Ekonomi Islam di Era 4.0"

Pemikiran Teologi Ekonomi Islam di Era 4.0" Islam sebagai Ilmu Pengetahuan dan Landasan Berpikir Sistem Ekonomi Islam tetap selalu menarik untuk dikaji hingga dapat kita pahami bahwa Islam sebagai sistem keyakinan juga sebagai sistem pengetahuan yang banyak memberikan cakrawala ilmiah aktual. Dimana islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Perumus Ekonom Syariah Pertama dan pemikir dan aktivis pertama ekonomi syariah. Term syariah kajian dalam ilmu ekonomi syariah itu berbeda dengan syari’ah dalam pengertian umum, yakni sumber ajaran Islam. Dimana syari’ah dalam term ini adalah interpretasi atas doktrin, nilai, norma dan hukum syariah atau hukum Islam. Oleh karena itu, istilah yang tepat adalah Islamic economic, yakni ekonomi yang bersifat dan sesuai, dan tidak bertentangn dengan doktrin, nilai, norma dan hukum Islam, bahkan sebelum ia diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Kebebasan Ekonomi Islam di Indonesia, dimana kebebasan ini dituntut untuk selalu ramah muslim. Hasil temuan membuktikan Pemikiran Teologi Ekonomi Islam Konsep Pemikiran Teologi Ekonomi Islam adalah konsep yang dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian yang mana konsepsi teologi ekonomi islam memberikan efek yang signifikan kepada penganutnya dalam kehidupan konkret. Semisal bermu’amalah dalam hal politik hukum islam, Politik Ekonomi Islam, strategi pengembangan dalam Wisata halal, Halal Food, Transaksi Wakaf uang dan lain sebagainya. Terkait kemerdekaan dari hawa nafsu sebagai bentuk ikhtiyar untuk lepas dari belenggu hawa nafsu (negative) manusia, artinya manusia sebagai insan kamil (berakal) dituntut untuk selalu menggunakan akalnya. Ekonomi Islam sebagai Pilihan Bagi Seorang Muslim dikarenakan beberapa alasan diantaranya 1) Ekonomi Rabbaniyah, 2) Ekonomi Akhlak, 3) Ekonomi Kemanusiaan dan 4) Ekonomi pertengahan. Ekonomi Islam sebagai Ekonomi Kemashlahatan memiliki beberapa prinsip sebagai pedoman hidup bagi masyarakat eknomi syariah khusunya meliputi Prinsip Kesucian, Kejujuran dalam Bisnis, Keadilan, Ukhuwah islamiyyah, Profesionalisme, Jamaah (networking), Keseimbangan, dan Prinsip Universal
Dayn, Fiqh, Halal, Islam, Riba, Salah, Waqf, Zakat, Falah, Daya, Mannan, Masih, Ukhuwah
Dayn, Fiqh, Halal, Islam, Riba, Salah, Waqf, Zakat, Falah, Daya, Mannan, Masih, Ukhuwah
Organisation Tags (3)
Bank Muamalat Indonesia
Islamic State University of Sunan Gunung Djati Bandung
IMAN
Transcription
- Pemikiran Teologi Ekonomi Islam MAKALAH Diajukan Guna memenuhi Tugas Individu pada Mata Kuliah Teori dan Pemikiran Ekonomi Syariah Dosen Pengampu : Dr. H. A. Hasan Ridwan, M.Ag Dr. H. Ija Suntana M.Ag Oleh : Hisam Ahyani NIM. 3200130010 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI S-3 HUKUM ISLAM KONSENSTRASI HUKUM EKONOMI SYARI’AH UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2021 1
- Pemikiran Teologi Ekonomi Islam Hisam Ahyani1 , A. Hasan Ridwan2, Ija Suntana3 1 Mahasiswa Program Doktor Hukum Islam Konsentrasi Hukum Ekonomi Syariah, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Indonesia 2,3 Dosen Pascasarjana Program Doktor Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, Indonesia Email : hisamahyani@gmail.com ABSTRAK Islam sebagai Ilmu Pengetahuan dan Landasan Berpikir Sistem Ekonomi Islam tetap selalu menarik untuk dikaji hingga dapat kita pahami bahwa Islam sebagai sistem keyakinan juga sebagai sistem pengetahuan yang banyak memberikan cakrawala ilmiah aktual. Dimana islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Perumus Ekonom Syariah Pertama dan pemikir dan aktivis pertama ekonomi syariah. Term syariah kajian dalam ilmu ekonomi syariah itu berbeda dengan syari’ah dalam pengertian umum, yakni sumber ajaran Islam. Dimana syari’ah dalam term ini adalah interpretasi atas doktrin, nilai, norma dan hukum syariah atau hukum Islam. Oleh karena itu, istilah yang tepat adalah Islamic economic, yakni ekonomi yang bersifat dan sesuai, dan tidak bertentangn dengan doktrin, nilai, norma dan hukum Islam, bahkan sebelum ia diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Kebebasan Ekonomi Islam di Indonesia, dimana kebebasan ini dituntut untuk selalu ramah muslim. Hasil temuan membuktikan Pemikiran Teologi Ekonomi Islam Konsep Pemikiran Teologi Ekonomi Islam adalah konsep yang dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian yang mana konsepsi teologi ekonomi islam memberikan efek yang signifikan kepada penganutnya dalam kehidupan konkret. Semisal bermu’amalah dalam hal politik hukum islam, Politik Ekonomi Islam, strategi pengembangan dalam Wisata halal, Halal Food, Transaksi Wakaf uang dan lain sebagainya. Terkait kemerdekaan dari hawa nafsu sebagai bentuk ikhtiyar untuk lepas dari belenggu hawa nafsu (negative) manusia, artinya manusia sebagai insan kamil (berakal) dituntut untuk selalu menggunakan akalnya. Ekonomi Islam sebagai Pilihan Bagi Seorang Muslim dikarenakan beberapa alasan diantaranya 1) Ekonomi Rabbaniyah, 2) Ekonomi Akhlak, 3) Ekonomi Kemanusiaan dan 4) Ekonomi pertengahan. Ekonomi Islam sebagai Ekonomi Kemashlahatan memiliki beberapa prinsip sebagai pedoman hidup bagi masyarakat eknomi syariah khusunya meliputi Prinsip Kesucian, Kejujuran dalam Bisnis, Keadilan, Ukhuwah islamiyyah, Profesionalisme, Jamaah (networking), Keseimbangan, dan Prinsip Universal. Kata Kunci : Pemikiran Teologi, Ekonomi Islam, Era 4.0 2
- PENDAHULUAN Hukum ekonomi Islam yang ada di Indonesia sejak beberapa dua dekade terakhir ini mulai menemukan bentuknya , yakni masuk pada sektor keuangan perbangkan dan masuk pada Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Mulai dari tahun 2008 “Perbankan Syariah” telah menggunakan konsep islam/ syariah yang dirintis sejak tahun 1992 yaitu dengan hadirnya UU Nomor 7 tahun 1922 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah menjadi Undangundang Nomor 10 Tahun 1998.1Dewasa ini dalam menaungi kehidupan ekonomi yang kini menjadi standar kehidupan bagi klangan individu dan kolektif suatu Negara dan bangsa, maka keunggulan suatu negara adalah diukur pada tingkat maju tidaknya ekonomi suatu bangsa tersebut dibangun. Ukuran dari pada (derajat keberhasilan) inilah yang seifatnya menjadi materialist, tidak naturalistik. Oleh karenanya dalam kajian kedalaman ilmu ekonomi saat ini di era revolusi Industri 4.0 seperti sekarang ini menjadi amat penting bagi kelangsungan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Pendapat Sekaliber Masrhal dalam Mahmud Abu Su’ud2 menyatakan bahwa kehidupan sewaktu di dunia ini adalah dikendalikan oleh dua kekuatan besar yakni (ekonomi dan keimanan/agama, namun kerap kali kenyataan dilapangan terkait kekuatan ekonomi itu lebih kuat pengaruh-nya dari agama yang dianutnya. Demikian juta peradaban Islam yang mencapai kejayaan (gemilang) di masa lampau tidak mungkin dapat terwujud jika tidak ada dukungan dari kekuatan ekonomi dan ilmu ekonomi yang hadir dan terus berpotensi. Untuk itu kajian tentang teori dan pemikiran ekonomi islam di Indonesia khususnya di era serba digital seperti sekaran gini perlu dikaji kembali terkait pemikiran serta disiplin ekonomi Islam, yang dimasukan pada kerangka kerja dalam pembangunan sosial dan budaya serta politik di Indonesia dewasa ini.3 Hal senada Ahmad Hasan Ridwan dalam jurnalnya dijelaskan bahwa dijelaskan bahwa eksposisi filosofis dan episthemologis dari pemikir Arab kontemporer, Muhammad Abed Al-Jabiri. Sebagai pemikir Muslim Maroccan terkemuka, Abed al-Jabiri terkenal karena idenya memerangi “Irasionalisme” dan mempromosikan rasionalisme dalam merumuskan pemikiran Islam.4 Abed al-Jabiri mulai percaya bahwa ajaran Islam harus dilihat sebagai seperangkat ide yang sesuai dengan rasionalitas dan gagasan ilmiah. Dalam analisisnya, Abed al-Jabiri mengemukakan tiga aliran model epistemologis Islam: bayani, burhani dan 'irfani. Dengan mengeksplorasi ketiga konsep epistemologis tersebut, maka manusia lebih jauh dengan mengeksplorasi otoritas teks dalam masyarakat Muslim dan bagaimana mengkontekstualisasikan dan membaca teks-teks agama di zaman modern. Pentingnya kajian tentang pemikiran teologi yang ada pada ekonomi yang ada di Indoenesia lebih dikembangkan kembali dan diharapkan dapat membantu perkembangan ekonomi syariah yang masuk terus eksis hingga kini di Indonesia. Sehingga Pentingnya juga kajian teori dan pemikiran ekonomi syariah di Indonesia ini ad beberapa term mendasar yaitu argumentasi teologis dan filosofis, dimana Pertama, secara teologis dijelaskan bahwa agama Islam merupakan agama samawi dasar utamanya adalah berupa wahyu yaitu Al-Quran yang mana fungsi utamanya adalah membimbing dalam kegiatan kehidupan umat manusia, (sosial, politik, dan ekonomi). Sebagaimana firman Alloh Swt dalam (QS Al-Baqarah Ayat 2) yang berbunyi : Sugeng Wibowo, “Menakar Perkembangan Transendensi Hukum Ekonomi Islam Indonesia: Perspektif Teologi dan Antropologi Ekonomi Islam,” Januari 2018, http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/9697. 2 Mahmud Abu Su’ud, Khuthut raisiyah fil iqtishad Islamiyyi (Kuwait: Maktabat al-manar al-islamiyah, 1968), 56. 3 uinsgd.ac.id, “| UIN SGD Bandung,” 2012, https://uinsgd.ac.id/perkembangan-pemikiran-ekonomi-syariah/. 4 Ahmad Hasan Ridwan, “Kritik Nalar Arab: Eksposisi Epistemologi Bayani, ‘Irfani Dan Burhani Muhammad Abed Al-Jabiri,” Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary Journal of Islamic Studies 12, no. 2 (27 Desember 2016): 187–222. 1 3
- 1 . Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia sebagaimana Firman Alloh Swt ِ ِ ِ ِ ِ ك الْ ِكتَاب ََل ري ي َ ََٰذل َ ب ۛ فيه ۛ ُه ًدى ل ْل ُمتَّق َ َْ ُ Artinya : Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (QS Al-Baqarah Ayat 2). ِ ِ ٍ ََّاس وب يِن ِِ ِ َات ِمن ا ْْل َد َٰى والْ ُفرق ۚ ان َ َش ْه ُر َرَم َ َ ِ ضا َن الَّذي أُنْ ِزَل فيه الْ ُق ْرآ ُن ُه ًدى للن ْ َ ُ َ Artinya : Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) (QS Al-Baqarah Ayat 185). 2. Al-furqan (al-Qur’an) sebagai pembeda antara yang hak dari yang bathil ِ ِِ ِ ِ ِ ي نَ ِذ ًيرا َ تَبَ َارَك الَّذي نََّزَل الْ ُف ْرقَا َن َعلَ َٰى َعْبده ليَ ُكو َن ل ْل َعالَم Artinya : Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, (Q.S.alFurqan:1). 3. Alqur’an juga menjelaskan terkait aturan hukum yang terinci ِ الر ۚ كِتَاب أ ِ ُت آَيتُه ُثَّ ف ت ِم ْن لَ ُد ْن َح ِكي ٍم َخبِ ٍي ْ َصل ْ ٌ ُ َ ْ ُحك َم Artnya : Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu (Q.S Surat Hud Ayat 1). 4. Islam adalah agama sempurna yang mana hal ini sebuah perwujudan dari karunia (ni’mat) dari Tuhan ِ ِ ِ ِْ يت لَ ُكم اْل ْس ََل َم ِدينًا ُ ت لَ ُك ْم دينَ ُك ْم َوأَْْتَ ْم ُ الْيَ ْوَم أَ ْك َم ْل ُ ُ ت َعلَْي ُك ْم ن ْع َم ِِت َوَرض Artinya : Pada hari ini (haji wada’) telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. al-Ma’idah: 3). Kedua, argumentasi filosofis, hal ini sebagaimana sebagaimana dikutip dari (uinsgd.ac.id)5 dimana terdapat ada kesenjangan dan kelangkaan literatur di bidang ilmu ekonomi yang dapat menjelaskan filsafat, kelembagaan, prinsip, nilai, norma dan hukum ekonomi Islam; kedua, kenyataan menunjukan diperlukanya perkembangan ekonomi bagi negara-negara Islam. Dengan demikian dewasa ini (era disrupsi seperti sekarang ini) telah melahirkan pandangan tentang islam yang masih tergolong negara yang berkembang bahkan 5 uinsgd.ac.id, “| UIN SGD Bandung.” 4
- masih dapat dikatakan terbelakang . Hal ini dilihat dari ukuran dan kriteria kekayaan yang ada pada Indonesia dari mulai (lapangan kerja dan pendidikan serta kesehatan). Suatu kenyataan yang bertolak belakang dengan doktrin, nilai serta norma Islam itu sendiri. Alhasil pandangan moderat dalam hal teologi dan filosofis haruslah moderat (tidak ke barat dan tidak ke timur). Ilmu Ekonomi Islam dalam Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) yang dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian sebagai rasionel suatu disiplin baru, dengan pesatnya kemajuan teknologi masa kini telah menjadikan dunia menyerupai sebuah desa kecil. Kendatipun kepesatan teknologi telah mampu mereduksi secara dramatis jarak antara berbagai belahan dunia, akan tetapi irionis sekali bahwa jurang pemisah hubungan antar manusia justru kian melebar. Dan kendatipun, di satu pihak, terdapat kemajuan dalam memberikan apresiasi terhadap perbedaan-perbedaan budaya, peradaban, tradisi dan gaya hidup kita tetap saja disuguhi berita-berita tentang pelanggaran HAM di mana-mana; tidak saja di negara-negara berkembang melainkan juga di negara-negara maju. Hal ini dimungkinkan menjadikan penyebab utama situasi umum di mana fenomena konflik merupakan ciri menonjol yang dominan dalam hubungan antar masyarakat manusia dewasa ini baik itu lokal, regional maupun internasional. Kini banyak kemajuan yang menyiratkan bahwa hakikat hubungan ini telah mulai berubah. Secara ekonomi kita tengah bergerak menuju suatu kooperasi dan saling ketergantungan. Globalisasi yang kini tengah membentuk dirinya menunjukkan pola di atas. Dalam konteks skenario ekonomi masa kini yang ditandai oleh persaingan, efisiensi, pragmatisme dan keterbukaan adalah sangat tepat jika kita melihat suatu kemungkinan baru yang mencoba mengajukan suatu alternatif dalam disiplin keilmuan sosial dan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam yang berbeda dari sistem ekonomi konvensional. Ilmu ekonomi Islam (Islamic Economics), barangkali itulah namanya, menjadi pembicaraan yang hangat di kalangan para ilmuwan sosial baik muslim maupun non-muslim. Ilmu Ekonomi Islam ini diyakini merupakan obat mujarab untuk menyembuhkan berbagai macam simptom penyakit ekonomi yang diderita oleh umat manusia sejagat.6 Dari latar belakang diatas maka peneliti akan menguak bagaimana konsepsi teologi ekonomi islam di Indonesia era revolusi Industri 4.0. sehingga dengan mengetahui konsepsi teologi yang ada pada ekonomi islam maka kita akan terkuat titik temu baik secara mendasar maupun menghasilkan kajian yang lebih luas lagi terkait pemikiran teologi ekonomi islam khusunya di Indonesia agar dijadikan sumbangsih pemikiran islam kedepannya dalam menuju Indonesia yang lebih maju dan berkeadaban yang lebih baik lagi dalam bidang ekonomi islam khususnya. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangsih pemikiran dalam ranah mengembangkan potensi-potensi yang ada pada ekonomi syariah yang lebih baik lagi guna mensejahterahkan kehidupan bangsa dan Negara. Dari latar belakang diatas maka Peneliti akan menggali terkait bagaimana Konsep Pemikiran Teologi Ekonomi Islam di Indonesia era revolusi Industri 4.0. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konsep Pemikiran Teologi Ekonomi Islam Sebagai dasar dari pada definisi istimbath hukum oleh Sahal Mahfudh7 dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam menggali dan menetapkan hukum dikalangan warga NU bukan mengambil hukum secara langsung dari sumber aslinya yaitu al-Qur’an dan hadis. Akan tetapi penggalin hukum dilakukan dengan mentatbiiqkan (menyelaraskan) secara dinamis nasnas fuqaha (teks-teks yang tersurat dalam kitab) dalam konteks 6 Sumber : Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). https://dsnmui.or.id/ilmu-ekonomiislam-rasionel-suatu-disiplin-baru/ 7 Sahal Mahfudh, Nuansa Fikih Sosial (Yogyakarta: LkiS, 1994), 45–46. 5
- permasalahan yang dicari hukumnya . Istimbath langsung dari sumber aslinya, yaitu AlQur’an dan Hadis yang cenderung pada pengertian ijtihad, bagi Ulama Nahdlatul Ulama masih sangat sulit dilakukan karena keterbatasan ilmu terutama di bidang ilmu-ilmu penunjang dan pelengkap yang harus dikuasai oleh para mujtahid. Artinya ekonomi islam dalm hal ini menurut hemat peneliti adalah sebagai perwujudan dari hasil ijtihad para pakar (ulama dan Umara) dalam rangka mensinergikan antara ilmu duniawi dan ilmu ukhrawi. Namun perlu digaris bawahi yaitu moderat dalam berilmu adalah sebagai solusinya, agar pemikiran dalam teologi ekonomi islam ini lebih mengadopsi pada ranah pengembangan yang lebih positif dalam mensejahterahkan (maslahat) bagi seluruh umat manusia. Dalam hal pembatasan kebebasan beragama khusunya di Indonesia dengan mengacu pada pilar pertama (pancasila) yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka Pancasila telah menetapkan bagi Indonesia sebagai negara monoteistik religius, yang mana pemikiran ini memberikan peluang bagi pemerintah sebagai piranti atau alat yang dibutuhkan guna memaksa pada agama-agama non-teistik (ateisme yang kuat), politeistis (tuhan lebih dari satu), serta non-monoteistik (tuhan tidak satu) dalam rangka memodifikasi keyakinan teologis mereka (penganut agama) agar diterima sebagai agama yang resmi (diakui). Hal ini sebagaimana riset yang dilakukan oleh Abdul Mu’ti dan Ahmad Najib Burhani8 dimana Pancasila juga membenarkan adanya eksistensi dari favoritism (pilih kasih) untuk agama tertentu yang dapat dijadikan sebagai ideologi di Indonesia ini. Kaitannya dengan Reformulasi sistem zakat sebagai pengurangan pajak di Indonesia misalnya sebagaimana pendapat Hary Djatmiko9 dalam riset ilmiahnya bahwa sangat dimungkinkan adanya Zakat yang dijadikan sebagai salah satu instrument dalam keuangan Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap(umat (muslim) yang pendapatannya telah memenuhi jumlah yang ditentukan oleh (nisab). Sedangkan, di sisi lain pajak harus tetap dibayarkan sebagai suatu kewajiban dari setiap warga Negara. Berdasarkan undangundang, disebutkan bahwa zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Oleh sebab itu kajian tentang zakat ini sebagai pemikiran perkembnagan dalam ekonomi syariah di Indonesia di era disrupsi seperti sekarang ini telah menawarkan suatu suatu konsep yang lebih maju yaitu zakat dapat sebagai pengurang pajak penghasilan. Lebih lanjut Hary Djatmiko10 menemukan bahwa zakat yang dijadikan sebagai pengurang pajak penghasilan memiliki beberapa dampak yang lebih besar dari pada zakat yang hanya sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Zakat sebagai pengurang pajak penghasilan akan meningkatkan dampak zakat di dalam perekonomian yang lebih besar lagi bagi umat. Riset selanjutnya apa yang dicanangkan oleh Kumara Adji Kusuma dan Muhamad Nafik Hadi Ryandono11 bahwa Zakat adalah salah satu rukun Islam. Dibandingkan dengan pilar yang lain, zakah bersinggungan dengan hampir seluruh dimensi manusia: spiritual, individual, sosial, ekonomi dan ia dapat diukur. Selain itu, zakah juga memenuhi seluruh aspek Maqasid al-Shari‘ah yang bertujuan melindungi kepentingan umum (maslahah). Paper ini didasarkan pandangan bahwa minimnya pengawasan kewajiban pembayaran zakah, yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menjadikan Ilmu Abdul Mu’ti dan Ahmad Najib Burhani, “The Limits of Religious Freedom in Indonesia: With Reference to the First Pillar Ketuhanan Yang Maha Esa of Pancasila,” Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies 9, no. 1 (24 Mei 2019): 111–34, https://doi.org/10.18326/ijims.v9i1.111-134. 9 Hary Djatmiko, “Re-Formulation Zakat System as Tax Reduction in Indonesia,” Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies 9, no. 1 (24 Mei 2019): 135–62, https://doi.org/10.18326/ijims.v9i1.135-162. 10 Djatmiko. 11 Kumara Adji Kusuma dan Muhamad Nafik Hadi Ryandono, “Zakah Index: Islamic Economics’ Welfare Measurement,” Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies 6, no. 2 (1 Desember 2016): 273–301, https://doi.org/10.18326/ijims.v6i2.273-301. 8 6
- Ekonomi Islam sebagai disiplin tidak efektif dan efisien dalam menjalankan karakteristik utamanya untuk memenuhi tujuan Shariah . Luaran dari studi ini adalah Indeks Zakah yang akan merepresentasi pengawasan pembayaran Zakah di Negara Islam atau masyarakat mayoritas muslim, yang dengan demikian menyediakan alternatif pengukuran kemajuan ekonomi bagi pemerintah, akademisi, dan masyarakat daripada menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB). Metode penyusunan konsep indeks ini dengan berbagai derivasinya adalah content analysis dan metode induktif yang meliputi literatur Islam dan konvensional. Akhirnya, Indeks Zakah ini dimaksudkan menjadi “tool” Ilmu Ekonomi Islam untuk mengukur tidak hanya kesejahteraan masyarakat muslim, namun juga aspek religiusitasnya. Pada bagian akhir paper ini, model Indeks Zakah ini dipalikasikan di Provinsi Jawa Timur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Konsep Pemikiran Teologi Ekonomi Islam adalah konsep yang dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian. Pendapat Riza Zahriyal Falah dan Irzum Farihah12 dalam risetnya ditemukan bahwa Teologi merupakan pondasi sebuah agama, sedangkan emikiran Teologi dari seorang ahli teolog akan memberikan efek yang signifikan kepada penganutnya dalam kehidupan konkret. Karena sebagai pondasi agama tadi, teologi akan menjadi dasar berperilaku dan penyemangat kehidupan seseorang. Maka dibutuhkan konsep teologi yang tidak hanya teosentris, namun juga antroposentris. Hasan Hanafi mencoba menafsirkan kembali dalil-dalil teologi dalam al-Qur’an dan Sunnah, dengan metode pemikiran dialektika, fenomenologi, dan hermeneutik. Dalil-dalil teologi tidak lagi dipergunakan Hasan Hanafi untuk membuktikan ke-Maha-an dan kesucian Tuhan, namun digunakan sebagai tuntutan kepada manusia untuk dapat mengamalkan konsep dari dalil-dalil tersebut dalam kehidupan nyata. Konsep antroposentris inilah yang ditekankan oleh para teolog di era kontemporer seperti Muhammad Abduh, M. Iqbal, Fazlur Rahman, Murtadha Mutahhari dan lainlain. Rekonstruksi Teologi Hasan Hanafi dari teosentris ke antroposentris yang diejawentahkan dalam gerakan “Kiri Islam”, telah menginspirasi banyak orang untuk memikirkan kembali pemikiran teologi yang mempunyai kontribusi positif dalam perilaku kehidupan umat Islam. Terutama dalam hal ber-ekonomi islam yang dilakukan oleh maysarakat ekonomi syariah khususnya di Indonesia. Alhasil dapat disimpulkan bahwa Konsep Pemikiran Teologi Ekonomi Islam adalah konsep yang dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian yang mana konsepsi teologi ekonomi islam memberikan efek yang signifikan kepada penganutnya dalam kehidupan konkret. Semisal bermu’amalah dalam hal politik hukum islam, Politik Ekonomi Islam, strategi pengembangan dalam Wisata halal13, Halal Food14, Transaksi Wakaf uang15 dan lain sebagainya. Riza Zahriyal Falah dan Irzum Farihah, “Pemikiran Teologi Hassan Hanafi,” Fikrah 3, no. 1 (30 Juni 2015): 201–20, https://doi.org/10.21043/fikrah.v3i1.1833. 13 Rahardi Mahardika, “STRATEGI PEMASARAN WISATA HALAL,” Mutawasith: Jurnal Hukum Islam 3, no. 1 (23 Juni 2020): 65–86, https://doi.org/10.47971/mjhi.v3i1.187. 14 Hisam Ahyani dkk., “The Potential Of Halal Food On The Economy Of The Community In The Era Of Industrial Revolution 4.0,” Indonesia Journal of Halal 3, no. 2 (6 Februari 2021): 112–28, https://doi.org/10.14710/halal.v3i2.10244. 15 Hisam Ahyani dan Muharir, “Perspektif Hukum Ekonomi Syariah Tentang Wakaf Uang Di Era Revolusi Industri 4.0,” LAN TABUR : Jurnal Ekonomi Syariah 2 No.2 (2021): 85–100, https://doi.org/10.1234/lan%20tabur.v2i2.4184. 12 7
- 2 . Islam sebagai Ilmu Pengetahuan dan Landasan Berpikir Sistem Ekonomi Islam Pendapat Ahmad Dahlan16 dalam bukunya menjabarkan terkait kajian Islam dan ilmu pengetahuan tetap selalu menarik untuk dikaji hingga dapat kita pahami bahwa Islam sebagai sistem keyakinan juga sebagai sistem pengetahuan yang banyak memberikan cakrawala ilmiah aktual. Dengan pemahaman Islam dan ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberikan pemahaman awal tentang sistem dan ilmu ekonomi Islam. Kedua, tentang epistemologi ekonomi Islam yang dibahas dalam bagian keempat (peta pemikiran ekonomi Islam), dan bagian kelima (hierarki pemikiran ekonomi Islam). Perlu juga kajian atau literasi yang membahas tentang epistemologi ekonomi Islam. Adapun kritik dan paradigma yang berbeda dalam penjelasannya, terutama tentang peta pemikiran ekonomi Islam. Ketiga, tentang kajian empiris sistem ekonomi Islam. Dibagi dalam bagian keenam (perkembangan perbankan Islam di dunia), dan bagian ketujuh (ekonomi Islam di Indonesia). Bagian-bagian tersebut diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan metodologi dalam memahami ilmu dan sistem ekonomi Islam. Hal yang sedang berproses menuju pada peradaban Islam di bidang ilmu pengetahuan ekonomi. Dalam kajian terkait teologi pemikiran ekonomi syariah Sakinah Fithriyah17 dalam risetnya bahwa Ikhtiyār bukan merupakan kosa kata asing dalam bahasa Indonesia, kata ini telah diserap dari bahasa Arab sehingga menjadi konsep penting yang menempati pandangan hidup masyarakat Indonesia. Ikhtiar sebagai sebuah istilah kunci dalam tradisi Islam memiliki kaitan yang erat dengan ilmuberpendapat bahwa ekonomi dimana keduanya berbicara mengenai ‘pilihan’dan perilaku manusia. Memahami makna ikhtiyār sebagaimana disampaikan Syed Muhammad Naquib al-Attas memberikan pengaruh yang besar dalam memandang konsep serta gagasan dalam ekonomi modern yang tentunya memberi implikasi kepada pemikiran ekonomi Islam. Kajian ini semakin meneguhkan bahwa perbedaan yang terdapat dalam ekonomi Islam dan modern (Barat) bukan hanya pada persoalan makro saja, bahkan menyangkut ide dan kegiatan ekonomi mikro di mana sebenarnya keduanya tidak dipandang terpisah sama sekali. Bangsa Indonesia mengalami perjalanan sosial yang kurang lebih sama dengan masyarkat kapitalis didunia barat yang dipaksa melalui proses industrialisasi, rasionalisasi ekonomi, urbanisasi dan birokratisasi. Untuk memamahi persoalan sosial yang ada di Indonesia diperlukan analisis kultural yang mengalami perkembangan mulai dari teori budaya politik, teori patron-client dan analisa ekonomi politik. Sejarah sosial politik sejak orde baru telah menyaksikan terbentuknya stratifikasi sosial baru berdasarkan kelas pemilik modal birokratik yang tumbuh subur karena kebijakan pembangunan. Persekutuan birokrasi dengan kapitalisme dunia telah menjadikan Indonesia hanya sebagai mata rantai dari serangkaian pembagian kerja dan eksploitasi ekonomi internasioanal. Latar industrialisasi yang pelaksanaanya ditunjang bersama oleh pemerintah dengan dukungan modal dalam negeri dan modal asing, aliansi elit birokrasi militer dengan pemilik modal besar akan menimbulkan polarisasi kepentingan.18 Konstruksi Hukum Islam Indonesia menurut pandangan Dawam Rahardjo tidak dapat dipisahkan dengan sejarah perkembangan literasi ekonomi Islam di Indonesia yang berkembang dengan baik. Dalam kerangka wacana akademik, pembahasa ekonomi Islam sudah menjadi pembicaraan serius dikalangan intelektual muslim Indonesia. Pada masa sebelum perang kemerdekaan, Mohammad Hata menulis beberapa artikel tentang 16 Ahmad Dahlan, Pengantar Ekonomi Islam: Kajian Teologis, Epistemologi, dan Empiris (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019). 17 Sakinah Fithriyah, “Ikhtiyār Dalam Pemikiran Ekonomi Islam; Perspektif Teologi,” Tasfiyah: Jurnal Pemikiran Islam 4, no. 1 (1 Februari 2020): 163–88, https://doi.org/10.21111/tasfiyah.v4i1.3966. 18 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, E.E Priyono(editor), Bandung : Penerbit Mizan, 1993., hlm. 32-33. 8
- masalah-masalah ekonomi dikaitkan dengan Islam . Tema yang dibicarakan berkisar konsep rente, bunga bank, dan riba. Hatta berpendapat bahwa rente atau bunga tidak identik dengan riba, karena pinjaman yang diberikan dengan menarik bunga itu digunakan untuk keperluan produksi. Bunga bank sama dengan riba dalam kontek kredit konsumsi.19 3. Dinamika Ekonomi Islam Di Indonesia Dinamika Ekonomi Islam di Indonesia semisal pada Bank Muamalat Indonesia (selanjutnya disebut dengan BMI) yang merupakan symbol lahirnya sistem perbankan baru (islami) yang memberikan alternative mengenai pengelolaan keuangan sesuai dengan syariah Islam. Mochamad Parmudi, dalam risetnya dijelaskan bahwa berdirinya BMI selain orientasi teologis, juga tidak bisa dipisahkan dari perhitungan (rasionalitas) perilaku ekonomi. Dalam arti BMI adalah sebagai ekspresi dari orientasi keduniawian yang cukup kuat dalam memberikan pilihan sistem perbankan yang aman.20 Lebih lanjut dijelaskan bahwa Dinamika Ekonomi Islam Di Indonesia; dari sudut Sosio-Historis Teologis terhadap Bank Muamalat yang ada di Indonesia yaitu BMI sebagai manifestasi orientasi teologis yang sangat penting, sama pentingnya ketika umat Islam menganggap manifestasi orientasi keagamaan yang diwujudkan dalam bentuk kesalehan ritual (misalnya: membangun masjid, pergi haji, dan sebagainya). Jadi, dalam konteks ini kehadiran BMI secara sosiologis membuktikan adanya hubungan yang erat (korelasi positif) antara doktrin agama dengan tindakan/perilaku ekonomi kehidupan umat Islam. Pendapat Yusuf Qardhawi21 bahwa Ilmu ekonomi Islam dalam konteks ini adalah terutama mengenai permasalahan yang menyangkut kegunaan dan keberadaan uang. Sebenarnya ahli ekonomi yang menyokong pandangan bahwa ilmu ekonomi adalah mengenai perilaku manusia yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan uang dan membelanjakan uang semakin bertambah. Tetapi penulis klasik dan pengikutnya cenderung menyelidiki yang tersirat di belakang selubung keuangan itu dan menggambarkan masalah ekonomi dari segi bukan moneter. Permasalahan ekonomi umat manusia yang fundamental bersumber dari kenyataan bahwa manusia mempunyai kebutuhan dan kebutuhan itu pada umumnya tidak dapat dipenuhi tanpa mengeluarkan daya energi manusia dan sarana yang terbatas. Sebaliknya pendapat Muhamad Abdul Manan22 bahwa umat Islam yang hidup diilhami oleh nilai-nilai ajaran agama Islam diperintahkan pula oleh syariat untuk mempelajari masalah-masalah minoritas non muslim dalam sebuah negara Islam khususnya, dan mengenai kemanusiaan pada umumnya. Demikianlah definisi yang kelihatannya sempit ini akan tetapi mempunyai implikasi yang luas. 4. Nabi Muhammad SAW sebagai Perumus Ekonom Syariah Pertama Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw adalah pemikir dan aktivis pertama ekonomi syariah. Term syariah kajian dalam ilmu ekonomi syariah itu berbeda dengan syari’ah dalam pengertian umum, yakni sumber ajaran Islam. Tentu saja, syari’ah dalam term ini adalah interpretasi atas doktrin, nilai, norma dan hukum syariah atau hukum Islam. Oleh karena itu, istilah yang tepat adalah Islamic economic, yakni ekonomi yang bersifat dan sesuai, dan tidak bertentangn dengan doktrin, nilai, norma dan hukum Islam., bahkan sebelum ia diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Pada zamanya telah dikenal 19 Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Jakarta : Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), 1999, hlm. 160 20 Mochamad Parmudi, “Dinamika Ekonomi Islam Di Indonesia; Telaah Sosio-Historis Teologis Terhadap Bank Muamalat Indonesia,” At-Taqaddum 8, no. 1 (5 Januari 2017): 47–72, https://doi.org/10.21580/at.v8i1.1164. 21 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 27. 22 Muhamad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), 19–22. 9
- pula transaksi jual beli serta perikatan atau kontrak (al-buyu’ wa al-‘uqu`d). Di samping, samp[ai bats-batas tertentu, telah dikenal pula bagaimana mengelola harta kekayaan negara dan hak rakyat di dalamnya. Berbagai bentuk jual beli dan kontrak termaksud telah diatur sedemikian rupa dengan cara menyerap tradisi dagang dan perikatan serta berbagai bentuk kontrak yang telah ada sebelumnya yang mendapat penyesuaian dengan wahyu, baik Alquran maupun Sunnah. Bahkan lebih jauh lagi, Sunnah Rasul telah mengatur berbagai alat transaksi dan teori pertukaran dan percampuran yang melahirkan berbagai istilah teknis ekonomi syariah serta hukumnya, seperti al-buyu’, al-uqud, al-musyarakah, al-mudlarabah, al-musaqah.23 Sementara para aktivis awal di bidang ini adalah para Sahabat Rasul itu sendiri. Pemikiran ekonomi mendasar yang dikemudian hari disebut teori pertukaran atau percampuran (the theory of exchange) telah digariskan oleh Rasulullah. Landasan pertukaan barang dan jasa yang merupakan salah satu inti kegiatan ekonomi terdiri dari dua pilar: Pertama, obyek pertukaran yang dalam fiqh dibedakan jenisnya, yakni: ‘ayn (real assets) berupa barang dan jasa; dan dayn (financial assets) berupa uang dan, sekarang dalam bentuk, surat berharga. Kedua, waktu pertukaran, yakni dalam bentuk naqdan (immediate delivery) yakni penyerahan pada saat itu juga atau ghayru naqdan (penyerahan kemudian). Ada tiga jenis pertukaran jika dilihat dari segi obyeknya, yakni: ayn bi ‘ayn; ‘ayn bidayn; dan, dayn bidyan seperti pada gambar di bawah ini.24 Pertukaran ‘Ayn dengan ‘ayn ‘ayn dengan dayn dayn dengan dayn Teori Petukaran/Percampuran Barang dan Jasa Kasat/tidak Waktu penyerahan obyek Obyek pertukaran kasat mata petukaran Kasat mata, mutu Lain jenis beda Sejenis: sawa’an bisawa’in (sama jumlahnya) Kasat mata mutu sama mistlan bimitslin (sama mutunya) yadan biyadin (sama waktu penyerahanya) Now for now, Deferred payment (mu’ajjal), Deferred Barang (al-bay’), Jasa (al-ijarah) delivery (salam), Ijarah, Ju’alah Uang Represent ‘ayn Surat berharga Represent ‘ayn 5. Kemerdekaan dari Hawa Nafsu Riset yang dilakukan oleh Mamat Rachmat Effendi berjudul “Pembangunan Manfaat Waqf Tunai Yayasan Sinergi Dalam Pemberdayaan Ekonomi Ummat” dijelaskan bahwa pengembangan manfaat wakaf tunai yang diarahkan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan oleh yayasan sinergi di Jawa Barat. Wakaf tunai sebagai salah satu instrumen keuangan syariah harus dapat memberikan nilai tambah yang bermanfaat dan multifier effect dalam menghidupkan kembali perekonomian masyarakat. Tujuannya untuk memetakan kualitas kelembagaan dalam mengelola manfaat wakaf tunai untuk pemberdayaan ekonomi umat. Dimana wakaf tunai harus bersinergi dalam pelaksanaanya Abdullah ‘Alwi Haji Hasan, Sales and contracts in Early Islamic Commercial Law, Islamic Research Institute, International Islamic University, Islamabad, 1986; Adiwarman Karim, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan, The International Institute for Islamic Though, Indonesia, Jakarta, 2003. 24 uinsgd.ac.id, “| UIN SGD Bandung.” 23 10
- yang dijalankan secara profesional , transparan dan akuntabel, pengelolaan keuangan dengan menggunakan standar akuntansi zakat PSAK 109. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik independen dan hasilnya Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Inilah salah satu bentuk kebebasan manusia untuk berhak merdeka dalam melakukan mu’amalah secara syariat.25 Dalam politik hubungan internasional Ija Suntana dalam bukunya “Politik Hubungan Internasional Islam (Siyasah Dauliyah)” dijelaskan bahwa Ilmu Hubungan Internasional dalam kajian politik islam dikenal dengan istilah syasah dauliyah. istilah ini berkembang sejak islam menjadi pusat kekuasaan dunia. Penyusun konstitusi madinah dan pembuatan perjanjian perdamaian antara pemerintah madinah dan kekuatan-keuatan lain di luar madinah merupakan babak awal adanya praktik dan konsep syasah dauliyah. Selain itu, pengiriman surat diplomatik yang di lakukan oleh Nabi Muhamad SAW. Melalui para petugasnya merupakan titik awal konsep siyasah dauliyah.26 Lebih lanjut Ija Suntana dan Mahmud menjelaskan ada dua paradigma hubungan internasional dalam Islam: paradigma ekspansionisme dan idealisme. Kedua paradigma ini memiliki landasan dan cara pandang yang berbeda. Paradigma ekspansionis memandang bahwa prinsip dasar hubungan internasional adalah konflik sedangkan paradigma idealis memandang bahwa prinsip dasar hubungan internasional adalah perdamaian. Paradigma ekspansionisme memetakan dunia menjadi dua kategori wilayah, yaitu wilayah Islam (Dar Al-Islam) dan wilayah perang (Dar Al-Harb) sedangkan paradigma idealis memetakan dunia menjadi tiga kategori wilayah, yaitu wilayah Islam. wilayah, wilayah perang dan wilayah perjanjian damai.27 Perlu diingat bahwa dalam Pengetahuan Politik dan Perilaku Politik di kalangan Muslim yang Berpendidikan Tinggi di Indonesia khusunya, Ija Suntana dan Betty Tresnawaty28 menyatakan dalam kajiannya bahwa pengaruh pengetahuan politik terhadap perilaku politik masyarakat muslim berpendidikan tinggi dalam menyikapi isu politik. Sehingga informasi yang dihasilkan bahwa umat Islam yang berpendidikan tinggi tidak selalu dapat diajak berdialog hanya berdasarkan pengetahuan politik dalam memahami dan menyikapi isu politik tetapi harus diajak untuk memahaminya melalui saluran pemikiran di luar pengetahuan. Ada dimensi lain yang membentuk sikap politik umat Islam berpendidikan tinggi di Indonesia, dalam hal ini doktrin agama lebih dominan daripada ilmu. Dengan demikian, pengetahuan bukanlah faktor utama dalam mengendalikan tindakan dan sikap masyarakat, tetapi hanya sebagian kecil dari akumulasi factor. Sehingga menurut penulis dapat disimpulkan bahwa kemerdekaan dari hawa nafsu ini yang dimaksud adalah sebagai bentuk ikhtiyar untuk lepas dari belenggu hawa nafsu (negative) manusia, artinya manusia sebagai insan kamil (berakal) dituntut untuk selalu menggunakan akalnya. Kegiatan dan pemikiran Natsir dalam jurnal M. Basyir Syam dalam bidang tersebutdi atas adalah merupakan refleksi dari pandangan teologisnya. Yakni keyakinan akan kebenaran Islam sebagai pandangan hidupnya sekalipun Natsir mentolerir kemerdekaan berpikir (akal), namun baginya akal memerlukan bimbingan untuk dapat berfungsi dan menghasilkan kebenaran yang hakiki. Karena itu tauhid merupakan fundamen dari segala pemikiran dan aktifitasnya. Dan itulah yang ingin ditegakkannya Mamat Rachmat Effendi, “Development Of Cash Waqf Benefits Synergy Foundation In The Economic Empowerment Of The Ummat,” Amwaluna: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah 5, no. 1 (2021): 29–39, https://doi.org/10.29313/amwaluna.v5i1.6916. 26 Ija Suntana, Politik Hubungan Internasional Islam (Siyasah Dauliyah), ed. oleh M. Si Dr. Beni Ahmad Saebani, vol. 4 (pustaka setia, 2015), http://digilib.uinsgd.ac.id. 27 Ija Suntana and Mahmud , 2018. International Relation Paradigm: A Perspective of Islamic Political Science. The Social Sciences, 13: 859-861. DOI: 10.36478/sscience.2018.859.861 URL: https://medwelljournals.com/abstract/?doi=sscience.2018.859.861 28 Ija Suntana dan Betty Tresnawaty, “Political Knowledge and Political Behavior among Highly Educated Muslims in Indonesia,” Journal of Social Studies Education Research 11, no. 4 (21 Desember 2020): 149–74. 25 11
- dalam seluruh perjuangannya . Ia dapat menerima apa yang datang dari Barat, khususnya dalam bidang kehidupan duniawi sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, karena menurutnya Islam bukanlah agama Timur ataupun Barat, melainkan agama Allah yang memiliki Timur dan Barat. Karena itu Islam menjadi patokan dalam kehidupan dan seorang muslim dapat mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat yang datang dari manapun dan dari siapapun datangnya. Namun dalam hal Aqidah dan ibadah prinsipnya, “semuanya tidak boleh kecuali apa yang telah digariskan”.29 Contoh kecil sebagaimana riset oleh Ija Suntana dan Betty Tresnawaty30 Menerangkan bahwa di Asia Tenggara, pelecehan agama dalam bentuk Islamofobia telah meningkat tajam belakangan ini. Peningkatan pelecehan agama ini tidak dipengaruhi oleh satu faktor tetapi oleh banyak faktor terkait. Krisis sosial multidimensi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara berkontribusi besar terhadap masalah pelecehan agama. Krisis politik, ekonomi, dan jurnalisme semuanya berdampak besar pada fenomena pelecehan agama berupa kasus Islamofobia dengan derajat pengaruh yang bervariasi. Krisis politik dan ekonomi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap fenomena pelecehan. Oleh karena itu, penyelesaian masalah pelecehan agama di Asia Tenggara harus dimulai dari penyelesaian krisis sosial multidimensi. Pelecehan agama di Asia Tenggara merupakan gejala psikologis masyarakat tertentu yang dihadapkan pada situasi sosial yang kompleks terkait perebutan kekuasaan dan dominasi ekonomi. Inilah bentuk dari pada hawa nafsu yang harus dimerdekakan secara komprehensif salah satunya adalah dengan pembahasan-pembahasan terkait pemikiran teologi ekonomi islam. Ikhtiyār bukan saja sebagai kosa kata asing dalam bahasa Indonesia, kata ini telah diserap dari bahasa Arab sehingga menjadi konsep penting yangmenempati pandangan hidup masyarakat Indonesia. Ikhtiar sebagai sebuahistilah kunci dalam tradisi Islam memiliki kaitan yang erat dengan ilmu ekonomi dimana keduanya berbicara mengenai ‘pilihan’dan perilaku manusia.Memahami makna ikhtiyār sebagaimana disampaikan Syed Muhammad Naquibal-Attas memberikan pengaruh yang besar dalam memandang konsep sertagagasan dalam ekonomi modern yang tentunya memberi implikasi kepadapemikiran ekonomi Islam. Kajian ini semakin meneguhkan bahwa perbedaanyang terdapat dalam ekonomi Islam dan modern (Barat) bukan hanya padapersoalan makro saja, bahkan menyangkut ide dan kegiatan ekonomi mikro dimana sebenarnya keduanya tidak dipandang terpisah sama sekali.31 6. Kebebasan Ekonomi Islam di Indonesia Gagasan Cak Nur (Nurkholish Madjid) dalam sejarah pemikiran Islam merupakan persoalan aktual yang kompleks. Ide-idenya dapat digambarkan dengan dua cara, yaitu sains murni dan sains terapan. Dalam bidang "sains murni", hermeneutika inklusif merupakan dasar unik bagi gagasan pluralisme. Hermeneutika inklusif memandang pluralisme sebagai produk tradisi intelektual baru. Tradisi intelektual baru tentunya membawa agenda perubahan dalam proses kelangsungan pemikiran sejarah di Indonesia. Dari sudut pandang hermeneutika inklusif Cak Nur dalam konsep pluralisme fiqh, ditemukan bahwa Cak Nur mampu melakukan berbagai wacana tentang batas-batas normativitas sehingga dapat memasuki ranah universal. Hal ini terlihat pada wacana tentang agama dan budaya. Cak Nur dapat menerobos hambatan yang ada pada kedua Muhammad Basir Syam, “Sinergitas Pemikiran Muhammad Natsir Di Bidang Teologi, Pendidikan Dan Poltik: Suatu Kajian Perspektif Pemikiran Politik Islam,” The POLITICS : Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 2015, 163–72. 30 Ija Suntana dan Betty Tresnawaty, “Multidimensional Social Crisis and Religion Harassment in Southeast Asia,” Journal of Culture and Values in Education, 1 Maret 2021, https://doi.org/10.46303/jcve.2021.2. 31 Fithriyah, “Ikhtiyār Dalam Pemikiran Ekonomi Islam; Perspektif Teologi.” 29 12
- masalah tersebut dengan mencoba berdialog menjadi titik temu persamaan tersebut . Sebagai seorang ulama, Cak Nur mengambil posisi ini agar ia bisa duduk bersama dengan ilmuwan lain dari berbagai budaya dan keyakinan yang berbeda untuk berdialog dan berdiskusi secara obyektif. Riset yang dicanangkan oleh Ahmad Hasan Ridwan32 di bidang ilmu terapan, ada pengaruh internal tentang Islam. Bidang ini wajib dipegang oleh Cak Nur karena jika seseorang telah menawarkan suatu nilai maka ia akan masuk ke dalam unsur subjektivitas. Dalam mendalami Islam, ia menjadi seorang ulama yang tercerahkan oleh fleksibilitas dan otoritas ilmiahnya. Dengan demikian kaitannya dengan kebebasan ekonomi (ber-mu’amalah) di Indonesia diera yang serta digital seperti sekarang ini maka ide gagasan dari kebebasan ekonomi merupakan wacana dalam ekonomi islam, artinya ada koridor-koridor tertentu yang dibatasi dalam ekonomi syariah, yaitu endingnya adalah berprinsip islami. Selanjutnya dari kebebasan ber-ekonomi secara islam dalam analisis risetnya oleh Agita Arrasy Asthu dan Rabiatul Adwiyah, tentang indikator pariwisata ramah muslim terhadap jumlah kunjungan wisata luar negeri, ditemukan bahwa Muslim Friendly Tourism (MFT) biasanya melayani kebutuhan dan gaya hidup wisatawan Muslim. Banyak destinasi wisata ramah muslim yang saat ini ditawarkan oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Meski demikian, bukti statistik menunjukkan bahwa jumlah wisatawan asing non-Muslim jauh di atas wisatawan Muslim. Dengan demikian indikator MFT terhadap jumlah kunjungan wisman dan menentukan indikator spesifik yang memiliki kekuatan utama yang mempengaruhi kunjungan internasional ke negara-negara yang tergabung dalam OKI. Metode regresi data panel dengan data runtun waktu diolah menggunakan Econometric Views (Eviews 9.0) sebagai alat analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa delapan variabel independen Global Muslim Travel Index (GMTI) secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen sebesar 97,49%. Penelitian ini menemukan bahwa variabel destinasi ramah keluarga memiliki pengaruh simultan sebesar 0,012, namun tujuh variabel lainnya tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah wisman yang berwisata ke negara-negara yang tergabung dalam OKI.33 Ini juga sebagai bentuk dari pada kebebasan berekonomi, mengekspresikan ekonomi syariah di Indonesia di era 4.0 seperti sekarang ini. Sehingga Pemikiran Teologi Ekonomi Islam sekarang ini lebih kepada pengembangan ekonomi islam yang lebih mempraktikan pada kegiatan-kegiatan bermu’amalah. Kekebasan berekonomi islam selanjutnya pendapat Luthfi Nurlita Handayani secara umum prinsip ekonomi Islam terbagi menjadi tiga bagian. Prinsip-prinsip ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal yang meliputi tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Dari kelima nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yaitu kepemilikan multijenis (multiple ownership), kebebasan bertindak atau berusaha (freedom to act) serta keadilan sosial (social justice).34 Hal senada sebagaimana riset yang dicanangkan oleh Ahyani, Ahmad Hasan Ridwan dan Ahmad Hasan Ridwan, “Fiqh Pluralism: Comprehensive Analysis of Nurkholish Madjid Ideas Regarding Hermeneutics,” Journal of Southwest Jiaotong University 55, no. 1 (2020), http://www.jsju.org/index.php/journal/article/view/513. 33 Agita Arrasy Asthu dan Rabiatul Adwiyah, “Analysis Of Muslim Friendly Tourism Indicators Toward The Number Of Foreign Tourist Visitations,” Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah 5, no. 1 (2021): 13–28, https://doi.org/10.29313/amwaluna.v5i1.5988. 34 Luthfi Nurlita Handayani, “Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam – Pusat Kajian Ekonomika Dan Bisnis Syariah,” 2018, https://pkebs.feb.ugm.ac.id/2018/07/02/prinsip-prinsip-ekonomi-islam/. 32 13
- Muharir dan ‘Ulya di Kota Banjar, Provinsi Jawa Barat terdapat potensi wisata halal yang cukup untuk dikembangkan, dimana konsep wisata halal ini tujuan utamanya adalah membuka peluang ekonomi syariah di Kota Banjar lebih berkembang, guna menjadikan sejahterahnya rakyat.35 Lebih lanjut dalam hal wakaf uang juga demikian, dimana wakaf uang di Indonesia kepastian hukumnya sudah terang alhasil pandangan Ekonomi Syariāh di Indonesia terkait wakaf uang dilakukan sebagaimana UU No.41/2004 tentang wakaf dimana benda bergerak yakni dalam “Wakaf benda bergerak” yang dimanifestasikan berupa uang, sehingga dalam mengeksplorasi ekonomi islam dapat dilakukan dengan berbagai macam tindakan yang dapat dilakukan oleh setiap masyarakat ekonomi syariah di Indonesia dewasa ini.36 Produksi dalam perspektif ekonomi islam sebagaimana riset M. Turmudi37 dijelaskan bahwa Ekonomi Islam merupakan istilah untuk sistem ekonomi yang dibangun atas dasar-dasar dan tatanan Al-Qur’an dan Al-Sunnah dengan tujuan maslahah (kemaslahatan) bagi umat manusia, sehingga secara konsep dan prinsip ekonomi Islam adalah tetap, namun pada prakteknya untuk hal-hal yang situasi dan kondisi tertentu bisa saja berlaku luwes bahkan bisa mengalami perubahan. Prinsip ekonomi Islam dapat dirangkum dalam empat prinsip, yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung jawab. Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, melainkan juga membuat barang-barang yang dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi memiliki daya guna. Tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat dalam produksi berkaitan dengan maqashid al-syari’ah sebagai prinsip produksi antara lain kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai islam sehingga dalam memproduksi barang/jasa tidak boleh bertentangan dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat dan tahsiniyat, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf, mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak merusak lingkungan serta distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan karyawan. Produksi tidak bisa lepas dari faktor sebagai alat produksi berupa faktor alam/tanah, faktor tenaga kerja, faktor modal (kapital), faktor manajemen, teknologi serta bahan baku. Demikian halnya Fita Nurotul Faizah 38 dalam risetnya bahwa dalam Konstruksi pemikiran Mannan tentang produksi berbasis kesejahteraan masyarakat menjelaskan bahwa produksi merupakan penambahan utilitas barang atau jasa yang berlandaskan pada ketentuan syari’at. Berdasarkan hal ini tujuan produksi menurut Mannan tidak hanya berorientasi pada profit oriented, tetapi juga spiritual oriented. Adapun faktor produksi menurut Mannan meliputi: tanah (mencakup semua yang tersedia di alam baik di atas Hisam Ahyani, Muharir Muharir, dan Widadatul Ulya, “Potensi Wisata Halal Kota Banjar, Jawa Barat di Era Revolusi Industri 4.0,” Tornare: Journal of Sustainable and Research 3, no. 1 (12 Januari 2021): 0, https://doi.org/10.24198/tornare.v3i1.31511. 36 Ahyani dan Muharir, “Perspektif Hukum Ekonomi Syariah Tentang Wakaf Uang Di Era Revolusi Industri 4.0 | LAN TABUR.” 37 Muhammad Turmudi, “Produksi Dalam Perspektif Ekonomi Islam,” Islamadina: Jurnal Pemikiran Islam 0, no. 0 (2017): 37–56, https://doi.org/10.30595/islamadina.v0i0.1528. 38 Fita Nurotul Faizah, “Pemikiran Muhammad Abdul Mannan Tentang Produksi,” SERAMBI: Jurnal Ekonomi Manajemen Dan Bisnis Islam 1, no. 2 (31 Agustus 2019): 55–68, https://doi.org/10.36407/serambi.v1i2.71. 35 14
- permukaan maupun substansinya ), tenaga kerja (adanya pemenuhan hak dan kewajiban sesuai dengan prinsip syari’at atas karyawan kepada majikan maupun sebaliknya), modal (tidak adanya unsur bunga dalam modal)dan organisasi (manajemen yang matang).Di sisi lain, prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam proses produksi adalah kesejahteraan ekonomi. Indikator kesejahteraan ekonomi perspektif Mannan meliputi aspek objektif dan subjektif. Dimana indikatorobjektif dapat diukur melalui monetary based, sedangkan aspek subjektif dapat diukur berdasarkanimplementasi nilai-nilai keisalaman dalam aktivitas produksi, baik pemilihan faktor produksi sebagai bahan input, pengolahaninput hingga menjadi output berupa barang maupun jasa. Konsep kebebasan (al-hurriyyah atau liberty) dalam Islam, sebagaimana riset Muhammad Turmudi asal mulanya adalah konsep ikhtiyar dan taqdir, yang berkaitan dengan kebebasan atau tidaknya manusia dalam melakukan perbuatannya, dalam term teologi atau agama. Kemudian setelah terjadinya kontak dengan dunia barat konsep tersebut berkembang menjadi lebih luas cakupannya. Seperti kebebasan berekspresi atau mengemukakan pendapat, berfikir, kebebasan berpolitik atau kebebasan ekonomi. Kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat; kebebasan beragama; kebebasan berpolitik, meliputi hak memilih pemimpin, hak mengawasi dan mengontrol pemerintah; dan kebebasan ekonomi. Kebebasan dalam Islam lebih terbatas dan terarah, atau dengan kata lain bebas tapi terikat.39 Berbeda dengan demokrasi liberal menekankan kemampuan berbuat tanpa batas. Dalam politik ekonomi islam misalnya kajian yang dicanangkan oleh Hisyam Ahyani dan Elah Nurhasanah40 ditemukan bahwa Perkembangan ekonomi Islam sedang dalam posisi berkembang maju menuju sangat pesat (Up to date), hal ini dimulai dengan mulai adanya muncul beberapa lembaga keuangan syari’ah yang berdiri seiring dengan upaya percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Diantara karakteristik daripada sistem ekonomi Islam yaitu munculnya tuntutan untuk lebih mengutamakan aspek hukum dan etika bisnis yang Islami. Sehingga sistem yang ada pada ekonomi Islam terdapat suatu kewajiban untuk menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dan etika bisnis yang Islami pula. Secara filosofis mengapa prinsip yang ada pada ekonomi Islam tersebut harus memenuhi beberapa criteria prinsip, yang diantaranya prinsip ibadah (al-tauhid), persamaan (al-musawat), kebebasan (al-hurriyat), keadilan (al-‘adl), tolong-menolong (alta’awun) dan toleransi (altasamuh). Peran strategis ekonomi Islam memberikan daya yang sangat positif bagi percepatan pembangunan ekonomi di Indonesia melalui kemitraan usaha dengan kalangan usaha kecil dan menengah. Pemberdayaan ekonomi Islam melalui sebuah kemitraan usaha antara lembaga keuangan syari’ah dan usaha kecil menengah dengan mengembangkan kegiatan usaha sektor riil dalam bidang pertanian semisal, industry dan perdagangan serta jasa dan lembaga keuangan syari’ah perlu diberdayakan dan dilakukan guna mendorong percepatan pembangunan ekonomi nasional dan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia itu sendiri. Muh In’amuzzahidin, “Konsep Kebebasan Dalam Islam,” At-Taqaddum 7, no. 2 (6 Februari 2017): 259–76, https://doi.org/10.21580/at.v7i2.1206. 40 Hisyam Ahyani dan Elah Nurhasanah, “Peran Strategi Politik Islam Terhadap Perekonomian Di Indonesia,” Mutawasith: Jurnal Hukum Islam 3, no. 1 (23 Juni 2020): 18–43, https://doi.org/10.47971/mjhi.v3i1.185. 39 15
- 7 . Ekonomi Islam sebagai Pilihan Bagi Seorang Muslim Ekonomi Islam sebagai Pilihan Bagi Seorang Muslim, khusunya di Indonesia dikarenakan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) yang merupakan organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mengembangkan dan mempercepat penerapan sistem ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Sehingga MES menjadi wadah yang inklusif dalam menghimpun seluruh sumber daya yang ada dan membangun sinergi antar pemangku kepentingan.41 Contoh kecil semisal Rifqi Khuamirotun Nafis dan Heri Sudarsono42 dalam risetnya ditemukan bahwa secara umum perbankan syariah di Indonesia terdapat berbagai jenis pembiayaan yang ditawarkan kepada nasabah, salah satunya adalah pembiayaan bagi hasil (Mudharabah). Dlam mengukur hubungan antara pengaruh positif dan negatif dan signifikan atau tidak signifikan variabel independen mikro berupa DPK, CAR, NPF, FDR, BOPO dan variabel independen makro berupa BI. Rate dan Inflasi pada variabel dependen yaitu PMD. (Pembiayaan Mudharabah). Alhasil masayarakat muslim dan nonmuslim variabel independen berpengaruh secara mikro yaitu DPK, CAR, ROA, dan BOPO, hasilnya berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan NPF berpengaruh negatif dan signifikan. dan hasil FDR tidak signifikan (tidak berpengaruh) dan untuk variabel independen pengaruh makro adalah Bi Rate, hasilnya berpengaruh negatif signifikan, sedangkan untuk inflasi hasilnya positif dan tidak signifikan (tidak berpengaruh) terhadap PMD (Pembiayaan Mudharabah). Hal lainnya dalam Penguatan Peran Ekonomi Islam Melalui Optimalisasi Pembiayaan pada Sektor Riil UMKM sebagaimana riset yang dilakukan oleh Trimulato Trimulato, dkk bahwa Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengalami pertumbuhan pada tahun 2018. Jenis UMKM yang mengalami pertumbuhan terbesar adalah usaha menengah dengan pertumbuhan 3,54 persen, dan selanjutnya usaha kecil tumbuh sebesar 3,44 persen. Adapun jenis usaha terbanyak yaitu usaha mikro dengan porsi 98,7 persen. Sedangkan alokasi penyaluran pembiayaan bank syariah masih didominasi oleh pembiayaan untuk konsumtif bukan produktif. Hal ini menjadikan bank syariah perlu didorong untuk banyak memberikan pembiayaan produktif, khususnya untuk pembiayaan bagi UMKM. Ekonomi Islam hadir untuk mengembangkan dan mengedepankan sektor riil, sehingga ekonomi Islam dapat berkontribusi bagi negara. Untuk bersaing secara global Indonesia perlu menentukan fokus dan memilih segmen yang tepat untuk dikembangkan oleh ekonomi Islam. Cakupan ekonomi Islam yang begitu luas, mengakibatkan ekonomi Islam secara global lebih berkembang diberbagai negara. Penentuan segmen dan fokus menjadi penting dalam menentukan arah perkembangan ekonomi Islam. Salah satu segmen yang tepat dan dapat menjadi kekuatan ke depan dengan melihat karateristik bangsa Indonesia, yaitu ekonomi Islam dengan meningkatkan UMKM. Selain bank syariah ekonomi Islam memiliki lembagalembaga yang dapat berkontribusi bagi perkembangan UMKM, seperti BMT/Koperasi Syariah, Industri Keuangan non Bank (IKNB), dan lembaga sosial (BAZ dan LAZ). Selain itu sistem bagi ekonomisyariah.org, “Selayang Pandang Masyarakat Ekonomi Syariah (MES),” 2021, http://www.ekonomisyariah.org/. 42 Rifqi Khuamirotun Nafis dan Heri Sudarsono, “Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 7, no. 1 (3 Maret 2021): 164–73, https://doi.org/10.29040/jiei.v7i1.1614. 41 16
- hasil yang merupakan ciri pembeda ekonomi Islam sangat relevan jika diterapakan untuk memberikan permodalan bagi UMKM .43 Selain itu M. Kambali dalam risetnya mengkaji tentang “Kritik Ekonomi Islam Terhadap Pemikiran Karl Marx tentang Sistem Kepemilikan dalam Sistem Sosial Masyarakat” dijelaskan bahwa pandangan Karl Marx yang menafsirkan sejarah manusia dalam kerangka materialisme historis adalah kajian berdasarkan perkembangan sistem produksi yang ditemukan manusia yang dari waktu ke waktu mengalami progres hingga saat ini. Hal tersebut dapat dilihat dari lompatan-lompatan sistem kapitalisme dalam menyelesaikan berbagai masalah yang muncul dari adanya akmulasi kapital. Dari mulai krisis yang sederhana sampai yang komplek, seperti krisis tahun 1930 an dan krisis subprime mortage. Alienasi dan eksploitasi yang dikatakan Karl Marx sebagai hasil dari adanya sistem kepemilikan dalam masyarakat dalam prespektif ekonomi Islam adalah dua hal yang harus dilihat secara proporsional dan kasus per kasus terkait akar penyebabnya. Bagi ekonomi Islam, alienasi dan eksploitasi yang dialami oleh ploletariat dalam konteks sekarang buruh, adalah bukan disebabkan oleh tatanan sistem kepemilikan dalam masyarakat, melainkan prilaku kaum pemilik modal yang tidak memperdulikan kelompok masyarakat di sekelilingnya yang dalam hal ini adalah kaum buruh proletariat. Sikap abai terhadap hak-hak kamu buruh proletariat inilah pada hakekatnya yang lebih tepat disebut sebagai akar alienasi dan ekspolitasi. Karl Marx menawarkan solusi terhadap problem alienasi dan eksploitasi dengan menghapus sistem kepemilikan (kepemilikan pribadi) dengan diganti kepemilikan kolektif yang dioperasionalisasikan oleh intitusi negara, maka sistm ekonomi Islam memandang panataan sistem dalam bentuk regulasi yang sama-sama melindungi hak dan kewajiban pengusaha dan buruh adalah lebih tepat. Pengahapusan sistem kepemilikan yang dalam hal ini kepemilikan pribadi terhadap kapital sebagaimana tawaran Karl Marx di atas, dalam prespektif ekonomi Islam adalah bertentangan dengan fitrah manusia yang telah digariskan oleh sang pencipta.44 Sutopo dalam riset ilmiahnya ekonomi islam sebagai model ekonomi alternatif dimana Hadirnya ekonomi Islam ini dapat menjadi alternatif di tengah-tengah sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme. Sistem ini mengupayakan tercapainya pemerataan distribusi pendapatan demi tegaknya keadilan, kesejahteraan, kebaikan dilandaskan pada nilai-nilai dasar Islam. Perbedaan mendasar dari sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya terletak pada sistem pertukaran dan transfer satu arah yang terpadu yang mempengaruhi alokasi kekurangan sumber-sumber daya sehingga terjadi proses pertukaran langsung yang relevan dengan kesejahteraan menyeluruh di dasarkan pada empat pilar utama : ekonomi rabbaniyah; ekonomi akhlaki, ekonomi kemanusiaan dan ekonomi pertengahan (tawazzun).45 Trimulato Trimulato dkk., “Penguatan Peran Ekonomi Islam Melalui Optimalisasi Pembiayaan pada Sektor Riil UMKM,” JES (Jurnal Ekonomi Syariah) 5, no. 2 (21 September 2020), https://doi.org/10.30736/jesa.v5i2.83. 44 Muhammad Kambali, “Kritik Ekonomi Islam Terhadap Pemikiran Karl Marx Tentang Sistem Kepemilikan Dalam Sistem Sosial Masyarakat,” JES (Jurnal Ekonomi Syariah) 2, no. 1 (1 Maret 2017), https://doi.org/10.30736/jesa.v2i1.13. 45 Sutopo, Musbikhin, dan Admin Admin, “Ekonomi Islam Sebagai Model Ekonomi Alternatif,” Ummul Qura: Jurnal Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan 14, no. 2 (2019): 79–88. 43 17
- Jika berbicara tentang nilai dan etika dalam ekonomi Islam , terdapat empat nilai utama yaitu : 1. Ekonomi Rabbaniyah. Hal ini bermakna bahwa ekonomi Islam sebagai ekonomi illahiyah. Pada ekonomi kapitalis semata-mata berbicara tentang materi dan keuntungan terutama yang bersifat individual, duniawi dan kekinian. Islam mempunyai cara pemahaman nilainilai ekonomi yang berbeda dengan ekonom kovebsional buatan manusia yangsma sekali tidak mengharapkan ketenangan dari Allah dan tidak mempertimbangkan akhirat sama sekali. Seorang muslim ketika menanam, bekerja atupun berdagang dan lain-lain adalah dalam rangka beribadah kepada Allah. Ketika mengkonsumsi dan menikmati berbagai harta yang baik menyadari itu sebagai rezki dari allah dan nikmat-Nya, yang wajib disyukuri sebagai mana dalam firman Allah surat Saba' ayat 15 : ”Sesungguhnya bagi kaum saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempa kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): Makanlah olehmu dari rizki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun.” Seorang muslim tunduk kepada aturan Allah, tidak akan berusaha dengan sesuatu yang haram, tidak akan melakukan yang riba, tidak melakukan penimbunan, tidak akan berlaku dzalim, tidak akan menipu, tidak akan berjudi, tidak akanmencuri, tidak akan menyuap dan tidak akan menerima suap. Seorang muslim tidak akan melakukan pemborosan dan tidak kikir.46 2. Ekonomi Akhlak. Dalam hal ini tidak adanya pemisahan antara kegiatan ekonomi dengan akhlak. Islam tidak mengizinkan umatnya untuk mendahulukan kepentingan ekonomi di atas pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama. Kegiatan yang berkaitan dengan akhlak terdapat pada langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan produksi, distribusi, peredaran dan konsumsi. Seorang muslim terikat oleh iman dan akhlak pada setiap aktivitas ekonomi yang dilakukannya, baik dalam_ melakukan usaha, mengembangkan maupun menginfakan hartanya. 3. Ekonomi Kemanusiaan Semua kegiatan ekonomi tujuan utamanya adalah merealisasikan kehidupan yang baik bagi umat manusia dengan segala unsur dan pilarnya. Selain itu bertujuan untuk memungkinkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam pandangan Islam manusia adalah tujuan kegiatan ekonomi sekaligus merupakan sarana dan pelaku dalam memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya dan anugerah serta kemampuan yang diberikan-Nya. Nilai kemanusiaan terhimpun dalam ekonomi Islam seperti nilai kemerdekaan dan kemuliaan kemanusiaan, keadilan dan menetapkan hukum kepada manusia berdasarkan keadilan tersebut, persaudaraan dan saling mencintai dan saling tolong menolong diantara sesama manusia. Nilai lainya adalah 46 Sutopo, Musbikhin, dan Admin, 86–87. 18
- menyayangi seluruh umat manusia terutama kaum yang lemah . Diantara buah dari nilai tersebut adalah pengakuan Islam atas kepemilikan pribadi jika diperoleh dari cara-cara yang dibenarkan syari'at serta menjalankan hak-hak harta. 4. Ekonomi pertengahan. Pertengahan yang adil merupakan merupakan ruh dari ekonomi Islam. Dan ruh ini merupakan perbedaan yang sangat jelas dengan sistem ekonomi konvensional. Ruh dari sistem kapitalis sangat jelas dan nampak pada pengkultusan individu, kepentingan pribadi dan kebebasannya hampir-hampir bersifat mutlak dalam pemilikan, pengembangan dan pembelanjaan harta. Ruh sistem ekonomi komunis tercermin pada prasangka buruk pada individu dan pemasungan naluri untuk memiliki dan menjadi kaya. Komunis memandang kemaslahatan masyarakat yang diwakili oleh negara adlah di atas setiap individu dan segala sesuatu. Ciri kas pertengahan ini tercermin dalam keseimbangan yang adil yang ditegakan oleh Islam diantara individu dan masyarakat, sebagaimana ditegakannya dalam berbagai pasangan lainnya seperti dunia-akhirat, jasmani-rohani, akal-rohani, idialisme-fakta dan lainnya. Dalam Ekonomi Islam sebagai Ekonomi Kemashlahatan pendapat Idris Parakkasi47 menjelaskan dalam tulisannya dalam Model usaha atau bisnis yang dikembangkan dalam syariah senantiasa harus berpedoman pada prinsip-prinsip syariah antara lain: Prinsip Kesucian, Bisnis Islam sangat memperhatikan dari aspek kebersihan dan kesucian produk, mulai dari input, proses maupun output. Kesucian bisnis dan produk terkait dengan aspek kehalalan dengan menghindari semua bisnis dan produk yang haram, misalnya babi, khamer, bangkai dan darah serta turunannya. Selain itu dalam bisnis produk yang dihasilkan hendaknya berkualitas dan tidak memberikan mudharat bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Prinsip Kejujuran Bisnis hendaknya memperhatikan nilai-nilai kejujuran dalam setiap transaksi baik model transaski yang digunakan, ucapan maupun perilaku pelaku transaski. Dalam transaksi hendaknya menghindari segala bentuk kecurangan seperti mengurangi takaran, menyembunyikan cacat produk, spekulasi harga maupun tidak komitmen dengan waktu. Perilaku kecurangan sangat bertentangan dengan prinsip transaksi yaitu suka sama suka atau adanya keridhaan. Prinsip Keadilan, Keadilan dalam bisnis merupakan salah satu pilar dalam sistem ekonomi Islam. Keadilan akan membuat setiap orang dalam dunia bisnis akan merasa aman, tenang dan terpenuhinya hak setiap orang. Olehnya itu dalam transaksi bisnis semua bentuk transaski yang merusak pilar nilai-nilai keadilan harus dihilangkan bahkan transasksinya menjadi batil. Bentuk transasksi yang bertentangan dengan nilai keadilan antara lain seperti; transasksi riba (bunga), gharar (ketidakpastian), maisyir (spekulasi), talaqqi rukhban, risywah (sogok menyogok) dan lain-lain semuanya terlarang. Olehnya itu dalam menegakkan nilai-nilai keadilan dalam bisnis muamalah dalam Islam menggunakan model bagi hasil, jual beli dan transaksi sewa-menyewa (ijarah). Idris Parakkasi, “Ekonomi Islam, Ekonomi Kemashlahatan,” 2020, http://sin.fst.uin-alauddin.ac.id/ekonomiislam-ekonomi-kemashlahatan/. 47 19
- Prinsip Ukhuwah , Muamalah dalam Islam sangat memperhatikan hubungan antara manusia harus terjaga dengan baik, baik hubungan secara idiologi (iman) maupun hubungan secara kemanusiaan (basyariah). Untuk menjaga kelestarian hubungan manusia dengan baik bisnis dalam Islam sangat memperhatikan masalah etika bisnis dan pelayanan. Etika bisnis sangat terkait dengan bagaimana menjaga hubungan manusia secara fisiologi agar tidak terjadi kekecewaan seperti; larangan bertransaksi atas pembelian orang lain, membolehkan adanya pilihan (khiyar) pada transaksi yang tidak sesuai. Sedangkan pelayanan yang baik (ihsan) bertujuan untuk memberikan rasa nyaman, aman dan kepuasana kepada pelanggan. Prinsip Profesionalisme, Bekerja atau berbisnis dalam Islam merupakan amanah dan ibadah kepada Allah swt. olehnya itu perlu dikelola secara maksimal yang didukung oleh kemampuan dan kompetensi seseorang pada jenis pilihan bisnisnya. Rasulullah saw melarang memilih pekerja atau karyawan yang bukan ahlinya, larangan meminta jabatan atau posisi dimana seseorang tidak memiliki kompetensi didalamnya. Bahkan Rasulullah saw menegaskan pentingnya profesionalisme dalam suatu pekerjaan (itqan) Prinsip Berjamaah (networking) Kekuatan dan keberkahan suatu bisnis akan terwujud dengan sistem berjamaah (networking). Rasulullah saw menegaskan bahwa siapa yang ingin panjang umur dan memiliki potensi rezeki yang luas dan bisnis yang berkembang hendaklah dia berjejaring. Networking dalam bisnis sangat penting karena setiap orang atau kelompok memiliki berbagai keterbatasan baik, sumber bahan baku, modal, akses pasar, SDM, pelanggan maupun manajemen sehingga dibutuhkan orang atau pihak lain agar saling membantu dan bersinergi untuk mengambil manfaat bersama dan mengurangi beban kekurangan bersama. Apalagi dalam era VUCA, dimana kecepatan perubahan bisnis, ketidakpastian model bisnis, kondisi yang semakin kompleks dan kondisi bisnis yang ambigu memerlukan sinergi bisnis yang kuat. Begitupula dalam era digital sekarang ini kemudahan fasilitas informasi sangat mendukung dalam memperkuat bisnis secara berjamaah (networking) sehingga kalau bisnis mau kuat, tumbuh dan berkembang sangat dibutuhkan networking yang banyak. Prinsip Keseimbangan, Syariah Islam adalah aturan hidup yang seimbang. Keseimbangan hidup dalam Islam berlaku secara menyeluruh, yang meliputi keseimbangan urusan dunia maupun akhirat, keseimbangan ibadah dan muamalah, keseimbangan kerja-santai, keseimbangan bisnis-sosial, keseimbangan kolektifindividu, keseimbangan material, spiritual, keseimbangan sektor keuangan-sektor riil, keseimbangan makro-mikro, dan keseimbangan pemanfaatan-pelestarian. Keseimbangan ini akan membuat kehidupan manusia lebih tertata, terkendali, terjaga dan lestari yang pada akhirnya manusia akan meraih kesejahteraan dan kebahagiaan yang hakiki. Prinsip Universal, Sistem ekonomi dan keuangan Islam bukan sistem ekonomi yang bersifat ekslusif yang hanya berlaku pada umat Islam saja, tetapi bersifat inklusif yaitu berlaku pada semua umat manusia. Karena syariah Islam dimana didalamnya termasuk ekonomi dan keuangan syariah diturunkan Allah swt untuk seluruh manusia bahkan untuk sekalian alam. Keuniversalan ekonomi dan keuangan syariah membuka peluang yang luas bagi umat lain yang ingin menerapkan sistem ekonomi mereka dengan pola syariah. Dalam Islam untuk urusan muamalah seorang muslim bebas 20
- melakukan transaksi bisnis kepada siapa saja tanpa membedakan latar belakang orang lain , selama dalam transaksi tersebut tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan syariah, termasuk umat lain bisa menggunakan sistem ekonomi syariah karena dianggap lebih baik disbanding dengan sistem ekonomi lainnya. Dalam menyikapi problem ekonomi dunia yang semakin tidak menentu bahkan sudah mendekati terperosok dalam jurang krisis, terutama akibat dampak wabah covid 19. Maka sistem ekonomi Islam dapat menjadi solusi terbaik untuk pemulihan dan pengembangan kehidupan ekonomi yang lebih baik, baik dari sisi makro maupun mikro. Sehingga diharapkan kondisi ekonomi yang memberikan suasana ekonomi yang kondusif, terciptanya keadilan distribusi ekonomi, adanya keseimbangan antara sektor finansial dan sektor riil, terciptanya etika bisnis, terbangunnya komitmen bisnis dan sosial serta penciptaan usaha, ,investasi dan penyerapan tenaga kerja yang lebih merata. Kesimpulan Dari pembahasan di atas terkait Konsep Pemikiran Teologi Ekonomi Islam di Indonesia era revolusi Industri 4.0, dapat disimpulkan beberapa item yaitu : 1. Konsep Pemikiran Teologi Ekonomi Islam adalah konsep yang dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian yang mana konsepsi teologi ekonomi islam memberikan efek yang signifikan kepada penganutnya dalam kehidupan konkret. Semisal bermu’amalah dalam hal politik hukum islam, Politik Ekonomi Islam, strategi pengembangan dalam Wisata halal, Halal Food, Transaksi Wakaf uang dan lain sebagainya. 2. Islam sebagai Ilmu Pengetahuan dan Landasan Berpikir Sistem Ekonomi Islam tetap selalu menarik untuk dikaji hingga dapat kita pahami bahwa Islam sebagai sistem keyakinan juga sebagai sistem pengetahuan yang banyak memberikan cakrawala ilmiah aktual. Dimana islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Perumus Ekonom Syariah Pertama dan pemikir dan aktivis pertama ekonomi syariah. Term syariah kajian dalam ilmu ekonomi syariah itu berbeda dengan syari’ah dalam pengertian umum, yakni sumber ajaran Islam. Dimana syari’ah dalam term ini adalah interpretasi atas doktrin, nilai, norma dan hukum syariah atau hukum Islam. Oleh karena itu, istilah yang tepat adalah Islamic economic, yakni ekonomi yang bersifat dan sesuai, dan tidak bertentangn dengan doktrin, nilai, norma dan hukum Islam, bahkan sebelum ia diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Kebebasan Ekonomi Islam di Indonesia, dimana kebebasan ini dituntut untuk selalu ramah muslim. 3. Terkait kemerdekaan dari hawa nafsu sebagai bentuk ikhtiyar untuk lepas dari belenggu hawa nafsu (negative) manusia, artinya manusia sebagai insan kamil (berakal) dituntut untuk selalu menggunakan akalnya. 4. Ekonomi Islam sebagai Pilihan Bagi Seorang Muslim dikarenakan beberapa alasan diantaranya 1) Ekonomi Rabbaniyah, 2) Ekonomi Akhlak, 3) Ekonomi Kemanusiaan dan 4) Ekonomi pertengahan. 5. Ekonomi Islam sebagai Ekonomi Kemashlahatan memiliki beberapa prinsip sebagai pedoman hidup bagi masyarakat eknomi syariah khusunya meliputi Prinsip Kesucian, Kejujuran dalam Bisnis, Keadilan, Ukhuwah islamiyyah, Profesionalisme, Jamaah (networking), Keseimbangan, dan Prinsip Universal. 21
- Daftar Pustaka Ahyani , Hisam, Muntaha Mahfud, Rohmat Waluyo, Widadatul Ulya, dan Muharir. “The Potential Of Halal Food On The Economy Of The Community In The Era Of Industrial Revolution 4.0.” Indonesia Journal of Halal 3, no. 2 (6 Februari 2021): 112–28. https://doi.org/10.14710/halal.v3i2.10244. Ahyani, Hisam, dan Muharir. “Perspektif Hukum Ekonomi Syariah Tentang Wakaf Uang Di Era Revolusi Industri 4.0.” LAN TABUR : Jurnal Ekonomi Syariah 2 No.2 (2021): 85–100. https://doi.org/10.1234/lan%20tabur.v2i2.4184. Ahyani, Hisam, Muharir Muharir, dan Widadatul Ulya. “Potensi Wisata Halal Kota Banjar, Jawa Barat di Era Revolusi Industri 4.0.” Tornare: Journal of Sustainable and Research 3, no. 1 (12 Januari 2021): 4–12. https://doi.org/10.24198/tornare.v3i1.31511. Ahyani, Hisyam, dan Elah Nurhasanah. “Peran Strategi Politik Islam Terhadap Perekonomian Di Indonesia.” Mutawasith: Jurnal Hukum Islam 3, no. 1 (23 Juni 2020): 18–43. https://doi.org/10.47971/mjhi.v3i1.185. Asthu, Agita Arrasy, dan Rabiatul Adwiyah. “Analysis Of Muslim Friendly Tourism Indicators Toward The Number Of Foreign Tourist Visitations.” Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah 5, no. 1 (2021): 13–28. https://doi.org/10.29313/amwaluna.v5i1.5988. Dahlan, Ahmad. Pengantar Ekonomi Islam: Kajian Teologis, Epistemologi, dan Empiris. Jakarta: Prenadamedia Group, 2019. Djatmiko, Hary. “Re-Formulation Zakat System as Tax Reduction in Indonesia.” Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies 9, no. 1 (24 Mei 2019): 135–62. https://doi.org/10.18326/ijims.v9i1.135-162. Effendi, Mamat Rachmat. “Development Of Cash Waqf Benefits Synergy Foundation In The Economic Empowerment Of The Ummat.” Amwaluna: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah 5, no. 1 (2021): 29–39. https://doi.org/10.29313/amwaluna.v5i1.6916. ekonomisyariah.org. “Selayang Pandang Masyarakat Ekonomi Syariah (MES),” 2021. http://www.ekonomisyariah.org/. Faizah, Fita Nurotul. “Pemikiran Muhammad Abdul Mannan Tentang Produksi.” SERAMBI: Jurnal Ekonomi Manajemen Dan Bisnis Islam 1, no. 2 (31 Agustus 2019): 55–68. https://doi.org/10.36407/serambi.v1i2.71. Falah, Riza Zahriyal, dan Irzum Farihah. “Pemikiran Teologi Hassan Hanafi.” Fikrah 3, no. 1 (30 Juni 2015): 201–20. https://doi.org/10.21043/fikrah.v3i1.1833. Fithriyah, Sakinah. “Ikhtiyār Dalam Pemikiran Ekonomi Islam; Perspektif Teologi.” Tasfiyah: Jurnal Pemikiran Islam 4, no. 1 (1 Februari 2020): 163–88. https://doi.org/10.21111/tasfiyah.v4i1.3966. Handayani, Luthfi Nurlita. “Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam – Pusat Kajian Ekonomika Dan Bisnis Syariah,” 2018. https://pkebs.feb.ugm.ac.id/2018/07/02/prinsip-prinsipekonomi-islam/. In’amuzzahidin, Muh. “Konsep Kebebasan Dalam Islam.” At-Taqaddum 7, no. 2 (6 Februari 2017): 259–76. https://doi.org/10.21580/at.v7i2.1206. Kambali, Muhammad. “Kritik Ekonomi Islam Terhadap Pemikiran Karl Marx Tentang Sistem Kepemilikan Dalam Sistem Sosial Masyarakat.” JES (Jurnal Ekonomi Syariah) 2, no. 1 (1 Maret 2017). https://doi.org/10.30736/jesa.v2i1.13. Kusuma, Kumara Adji, dan Muhamad Nafik Hadi Ryandono. “Zakah Index: Islamic Economics’ Welfare Measurement.” Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies 6, no. 2 (1 Desember 2016): 273–301. https://doi.org/10.18326/ijims.v6i2.273-301. 22
- Mahardika , Rahardi. “Strategi Pemasaran Wisata Halal.” Mutawasith: Jurnal Hukum Islam 3, no. 1 (23 Juni 2020): 65–86. https://doi.org/10.47971/mjhi.v3i1.187. Mahfudh, Sahal. Nuansa Fikih Sosial. Yogyakarta: LkiS, 1994. Manan, Muhamad Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995. Mu’ti, Abdul, dan Ahmad Najib Burhani. “The Limits of Religious Freedom in Indonesia: With Reference to the First Pillar Ketuhanan Yang Maha Esa of Pancasila.” Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies 9, no. 1 (24 Mei 2019): 111–34. https://doi.org/10.18326/ijims.v9i1.111-134. Nafis, Rifqi Khuamirotun, dan Heri Sudarsono. “Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia.” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 7, no. 1 (3 Maret 2021): 164–73. https://doi.org/10.29040/jiei.v7i1.1614. Parakkasi, Idris. “Ekonomi Islam, Ekonomi Kemashlahatan,” 2020. http://sin.fst.uinalauddin.ac.id/ekonomi-islam-ekonomi-kemashlahatan/. Parmudi, Mochamad. “Dinamika Ekonomi Islam Di Indonesia; Telaah Sosio-Historis Teologis Terhadap Bank Muamalat Indonesia.” At-Taqaddum 8, no. 1 (5 Januari 2017): 47–72. https://doi.org/10.21580/at.v8i1.1164. Qardhawi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Ridwan, Ahmad Hasan. “Kritik Nalar Arab: Eksposisi Epistemologi Bayani, ‘Irfani Dan Burhani Muhammad Abed Al-Jabiri.” Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary Journal of Islamic Studies 12, no. 2 (27 Desember 2016): 187–222. Ridwan, Ahmad Hasan, dan Ahmad Hasan Ridwan. “Fiqh Pluralism: Comprehensive Analysis of Nurkholish Madjid Ideas Regarding Hermeneutics.” Journal of Southwest Jiaotong University 55, no. 1 (2020). http://www.jsju.org/index.php/journal/article/view/513. Suntana, Ija. Politik Hubungan Internasional Islam (Siyasah Dauliyah). Disunting oleh M. Si Dr. Beni Ahmad Saebani. Vol. 4. pustaka setia, 2015. http://digilib.uinsgd.ac.id. Suntana, Ija, dan Betty Tresnawaty. “Multidimensional Social Crisis and Religion Harassment in Southeast Asia.” Journal of Culture and Values in Education, 1 Maret 2021. https://doi.org/10.46303/jcve.2021.2. ———. “Political Knowledge and Political Behavior among Highly Educated Muslims in Indonesia.” Journal of Social Studies Education Research 11, no. 4 (21 Desember 2020): 149–74. Sutopo, Musbikhin, dan Admin Admin. “Ekonomi Islam Sebagai Model Ekonomi Alternatif.” Ummul Qura: Jurnal Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan 14, no. 2 (2019): 79–88. Su’ud, Mahmud Abu. Khuthut raisiyah fil iqtishad Islamiyyi. Kuwait: Maktabat al-manar alislamiyah, 1968. Syam, Muhammad Basir. “Sinergitas Pemikiran Muhammad Natsir Di Bidang Teologi, Pendidikan Dan Poltik: Suatu Kajian Perspektif Pemikiran Politik Islam.” The POLITICS : Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 2015, 163–72. Trimulato, Trimulato, Ismawati Ismawati, Amiruddin K, dan Nuraeni Nuraeni. “Penguatan Peran Ekonomi Islam Melalui Optimalisasi Pembiayaan pada Sektor Riil UMKM.” JES (Jurnal Ekonomi Syariah) 5, no. 2 (21 September 2020). https://doi.org/10.30736/jesa.v5i2.83. Turmudi, Muhammad. “Produksi Dalam Perspektif Ekonomi Islam.” Islamadina: Jurnal Pemikiran Islam 0, no. 0 (2017): 37–56. https://doi.org/10.30595/islamadina.v0i0.1528. 23
- uinsgd .ac.id. “| UIN SGD Bandung,” 2012. https://uinsgd.ac.id/perkembangan-pemikiranekonomi-syariah/. Wibowo, Sugeng. “Menakar Perkembangan Transendensi Hukum Ekonomi Islam Indonesia: Perspektif Teologi dan Antropologi Ekonomi Islam,” Januari 2018. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/9697. 24
Create FREE account or Login to add your comment