of  

or
Sign in to continue reading...

Ekonomi Perbandingan Tentang Gharar Poer Point 30 April 2021

Hisam Ahyani
By Hisam Ahyani
3 years ago
Problematika jual beli yang terlarang itu adalah disebabkan karena mengandung unsur gharar. Praktek transaksi bisnis yang pernah ada di masa awal-awal Islam juga telah terulang kembali pada masa sekarang (industry 4.0) seperti sekarang ini. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menguak bagaimana perbandingan Fikih yang ada pada Gharar serta membandingkan Gharar dalam lingkup fiqh ekonomi di Indonesia. Alhasil ditemukan bahwa Gharar menjadi term larangan dalam islam. Gharar yang dijadikan jual beli yang terkandung (cacat, tidak ada barangnya, tidak diketahui obyeknya, tidak mampu diserahterimakan, tidak sempurna), Semuanya adalah jual beli bathil karena mengandung gharar dan tidak dalam keadaan mendesak

Fiqh, Gharar, Islam, Salah, Al-‘aqd, Masih


Create FREE account or Login to add your comment
Comments (0)


Transcription

  1. MAKALAH PERBANDINGAN FIKIH TENTANG GHARAR Diajukan Guna memenuhi Tugas Individu pada Mata Kuliah Fiqh Ekonomi Perbandingan Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. I. Nurol Aen M.A Dr. Sofian Al Hakim, M.Ag Disusun Oleh : Hisam Ahyani NIM. 3200130010 PROGRAM PASCASARJANA DOKTORAL HUKUM ISLAM KONSENSTRASI HUKUM EKONOMI SYARI’AH UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG Jum’at, 30 April 2021
  2. Latar belakang :  Pelarangan Jual Beli Gharar (Nawawi, 1407), (Rahman, 2018),  berbagai praktek culas (tidak lurus hati) dan merugikan pihak lain merupakan sebuah pengulangan kembali sejarah yang telah lampau.  Keunikan tersendiri dari Gharar Gharra-Yaghirru-Gharran-Wagharuran yang bermakna keraguan, tipuan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan orang lain (Mandzur, Tt). (terjerumus ke dalam suatu kesalahan yang disangkanya benar). 1. Syekh Imam Nawawi yang mengkritisi Hadits Imam Muslim. Lihat juga Hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah 2. Muh Fudhail Rahman, “Hakekat dan Batasan-Batasan Gharar Dalam Transaksi Maliyah,” SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 5, no. 3 (28 Desember 2018): 255–78, https://doi.org/10.15408/sjsbs.v5i3.9799. 3. Ibnu Mandzur, Lisan al-‘Arab juz. 5 (Bairut: Dar al-Sadir, t.t), 11.
  3. Firman Allah Swt al-Fatir : 5 yang berbunyi : ‫لا‬ ‫لا‬ َّ َّ ُّ َّ ُ‫و‬ ‫ر‬ ‫غ‬ ‫ح‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫َّل‬ ِ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫ر‬ ‫غ‬ ‫ي‬ ‫َل‬ ‫و‬ ۖ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫الد‬ ‫ة‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ْل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ح‬ ُ ُ َ ُ ‫ح‬ َّ َ ُ َ َ َ َ ‫ح‬ ُُ َ ُ ‫فَ ََل تَ غَُّرن‬ Artinya : maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. Pendapat Al-Khattabi sebagaimana dikutip oleh (Rahman, 2018 : 256) yaitu (Sesuatu yang tidak diketahui akibatnya, inti dan rahasianya tersembunyi).
  4. • Ibnu Mundhir berpendapat bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw yang telah melarang jual beli gharar yang termasuk di dalamnya adalah cabang-cabang jual beli • Abu Bakar bin Muhammad bin Ibrahim bin al-Mundzir al-Naisaburi, Al-Ausat fi alSunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, Tahqiq oleh Dr. Sagir Ahmad bin Muhammad Hanif (Riyadh: Dar Tayyibah, Cet. 2, 1998), 314.
  5. • Ibnu al-Athir berkata, “Gharar adalah sesuatu yang zahirnya dapat mempengaruhi dan dalamnya dibenci. Zahirnya membuat tidak jelas pada diri pembeli dan dalamnya tidak diketahui. • Al-Azhari berpendapat Gharar adalah bila tidak diiringi dengan ikatan dan kepercayaan. • Al-Asmai’ menambahkan bahwa yang termasuk dalam kategori gharar, jual beli yang kedua belah pihak yang bertransaksi tidak ketahui intinya, hingga pada akhirnya mereka tahu kekurangannya. • Ibnu Taimiyah mendefenisikan, gharar adalah Yang tidak diketahui hasil akhirnya. Defenisi ini menggambarkan sesuatu yang ujungnya tersembunyi dan urusannya kabur. Hasilnya meragukan di antara bisa terwujud dan tidak. Bila hasil akhirnya baik bagi pembeli, maka maksud akad terlaksana. Tapi sebaliknya, bila tidak terwujud maka maksud akad tidak terlaksana. • Dalam kitab Nazariyat al-‘Aqd disebutkan bahwa gharar : pertaruhan antara kemungkinan bisa terwujud dan tidak. Inilah yang dimaksud dengan tersembunyi atau kabur hasil akhirnya. Kondisi seperti ini semuanya menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah berpulang kepada sampainya obyek transaksi ke tangan pembeli dan penjual menerima timbal baliknya. Penjelasan ini sesungguhnya menegaskan pendapat beliau ketika mendefenisikan tentang gharar. • Majiduddin Ubai al-Sa’adat al-Mubarak bin Muhammad bin al-Utsair al-Jazari, Jami al-Usul fi Al-hadits al-Rasul Saw, Tahqiq oleh Abd al-Qadir al-Arnaut (Damaskus: Dar al-Bayan, jil. 10, 1969), 156. • Al Azhari, Rashid Abdul Rahman al-‘Ubaidi (Tahqiq), Al-mustadrak tahdzib al-Lughah Lil azhari, t.t., 83–84. • Ibnu Taimiyah, Majumu’ Fatawa, Tahqiq oleh Abdul Rahman bin Muhammad bin Qasim (Madinah Munawwarah: Majma’ al-Malik Fahd, t.t). • Ibnu Taimiyah, Nazariyat al-‘Aqd (Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.t), 224.
  6. • Ibnu al-Qayyim menerangkan tentang gharar yaitu Sesuatu yang diragukan dapat berhasil atau tidak. Atau dalam ungkapan lain, sesuatu yang informasinya tersembunyi dan tidak diketahui obyeknya. • Ibnu al-Qayyim menambahkan bahwa jual beli gharar adalah mensandarkan sumber kepada obyeknya. Seperti halnya jual beli al-Malaqih dan al-Madamin. Misalnya, jual beli barang yang memiliki cacat sehingga tidak bisa diserahterimakan, jual beli kuda yang lagi lepas, burung diudara dan lain-lain. Semuanya ini bisa disimpulkan sebagai sesuatu yang tidak diketahui hasil akhirnya, tidak bisa diserahterimakan dan tidak diketahui pasti obyek dan takarannya. • Ibn ‘Abidin mengatakan, Gharar adalah sesuatu yang diragukan keberadaan obyeknya. • Adiwarman Karim Gharar sama dengan taghrir adalah situasi di mana terjadi incomplete information karena adanya uncertainty to both parties (yaitu ketidapastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi). Pihak yang bertransaksi tidak memiliki kepastian mengenai apa yang ditransaksikan, atau mengubah sesuatu yang pasti (certain) menjadi tidak pasti (uncertainty). • al-Malaqih adalah jual beli air mani pejantan yang nantinya dapat disuntikkan kepada betinanya. Jual beli cairan seperti ini tidak diperbolehkan karena mengandung gharar, atau adanya ketidakjelasan dan karaguan apakah penggunaan cairan ini akan dapat jadi sesuai harapan saat disuntikan ke cairan betina. Sedangkan al-Madamin adalah jenis jual beli pada obyek yang masih belum jelas atau tersembunyi sehingga tidak bisa dilihat. Misalnya, jual beli janin binatang yang masih dalam perut induknya. Ataupun jual beli apa saja yang tidak bisa disaksikan langsung. Jelas, seperti ini masuk kategori gharar • Ibnu al-Qayyim al Jauzi, Zad al-Ma’ad fi Hadyi Khair al-‘Ibad, Tahqiq Shu’aib al-Arnauti dan Ba’du al-Qadir al-Arnauti (Beirut: Muassasah al-Risalah, Cet. 14, jil. 5, 1996), 822. • Muhammad Amin al-Shahir bi Ibnu ‘Abidin, Hashiyah Rad al-Mukhtar ‘ala al-Dar alMukhtar (Mesir: Matba’ah Mustafa al-Bab al-Halabi, Cet. 2, jil. 5, 1386), 62. • Adiwarman Karim, Islamic banking: Fiqh and Financial Analysis (Jakarta: Rajawali Press, Ed. 4, 2011), 31.
  7. Dua Bentuk Gharar 1 . Meragukan keberadaan obyek antara bisa dicapai atau tidak. 2. Bentuknya yang tidak diketahui, baik pada sifat, takaran, timbangan dan semacamnya. Kedua bentuk ini bermuara pada satu kesimpulan bahwa gharar mengandung bahaya sebagaimana pada defenisi etimologinya. Mencermati lebih dalam terhadap defenisi-defenisi di atas, lebih mengarah kepada makna gharar secara umum. Meskipun ada perbedaan dari sisi pengungkapan.
  8. • Defenisi terakhir mencakup semua hal yang disebutkan oleh ulama lain saat memberi batasan pengertian gharar. cakupan yang luas tersebut pada akhirnya banyak diperpegangi oleh ulama selanjutnya. Sebagaimana, termaktub pula dalam rujukan al-Mi’yar al-Shar’i tentang pengertian gharar yang berbunyi : • Artinya: Salah satu sisi dalam muamalat yang membuat beberapa bahagiannya menutupi sebagian akibatnya. Atau menjadikan hasil akhirnya tidak jelas antara ada dan tidak. • Al-Mi’yar al-Shar’i, No. 31, “Dabit al-Gharar al-Mufsid Lilmu’amalat al-Maliyah”. 502, t.t., 502.
  9. Perbandingan Gharar  ‘illat riba yang dikemukakan para fuqaha itu dipandang tidak akurat dalam perkembangan pemikiran hukum Islam (Rodiah Nur, 2015).  Gharar yang diterjemahkan sebagai spekulasi disamakan dengan judi  Bila dilihat dari sisi etika transaksi Islam, baik riba, bunga dan gharar menyalahi keetisan dalam transaksi.  Pertimbangan etik larangan riba, bunga dan gharar, dikarenakan adanya ketidakwajaran, eksploitasi dan tidak produktif.  Sementara sistem etik ekonomi menekankan produk, kewajaran dan kejujuran di dalam perdagangan, serta kompetisi yang adil.
  10. Ibrahim Warde dalam bukunya Islamic Finance In The Global Economy kata gharar berarti hayalan atau penipuan , tetapi juga berarti risiko. Alhasil Bisnis yang sifatnya gharar tersebut merupakan jual beli yang : • tidak memenuhi perjanjian • tidak dapat dipercaya • dalam keadaan bahaya • tidak diketahui harganya, barangnya, keselamatannya, kondisi barang, dan waktu memperolehnya. Dengan demikian antara yang melakukan transaksi tidak mengetahui batas-batas hak yang diperoleh melalui transaksi tersebut. Sedangkan dalam konsepsi fikih yang termasuk ke dalam jenis gharar adalah membeli ikan dalam kolam, membeli buah-buahan yang masih mentah di pohon. Praktik gharar ini, tidak dibenarkan salah satunya dengan tujuan menutup pintu lagi munculnya perselisihan dan perbuatan kedua belah pihak. • Ibrahim Warde, Islamic Finance In The Global Economy (Edinburgh University Press, 2001), 59.
  11. Gharar (Karim, 2011) Gharar bisa terjadi bila kita mengubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti. Pembagian Gaji Karyawan dengan system bagi hasil. Pendapat Vogel sebagaimana dikutip oleh (Ibrahim Warde, 2001: 60) secara terang-terangan telah melarang gharar dalam spektrum menurut derajat tingkat risiko, meliputi: spekulasi murni, hasil tidak pasti, masa depan manfaat tidak tahu, dan ketidaktepatan. Ia menyimpulkan bahwa, gharar muncul disebabkan, 1). Oleh karena ketiadaan pengetahuan (jahl: ketidaktahuan), 2). Sebab obyek sekarang tidak ada, 3). Sebab obyek tidak pada kekuasaan penjual.
  12. • Menurut pandangan ulama jenis dan tingkatan gharar itu berbeda-beda. Pendapat Adiwarman Karim dan Oni Sahroni, dalam bukunya berjudul Riba, Gharar dan Kaidah-kaidah Ekonomi Syariah: Analisis Fikih dan Ekonomi dijelaskan yaitu Pertama, gharar berat. • Batasan gharar berat yaitu • ‫(هو ما كان غاليا فى العقد حتى صار العقد يصا ف به‬gharar yang berat itu adalah gharar yang paling sering terjadi pada akad hingga menjadi sifat akad tersebut). • Contoh semisal menjual buah-buahan yang belum tumbuh, menyewakan (ijarah) suatu manfaat barang tanpa batas waktu, memesan barang (akad salam) untuk barang yang tidak pasti ada pada waktu penyerahan. Gharar jenis ini hukumnya haram, karena dapat menimbulkan perselisihan antar pelaku bisnis dan akad yang disepakati tidak sah. • Kedua, gharar ringan, yaitu gharar yang tidak bisa dihindarkan dalam setiap akad dan dimaklumi menurut ‘urf tujjâr (tradisi pebisnis) sehingga pihak-pihak yang bertransaksi tidak dirugikan dengan gharar tersebut. Seperti membeli rumah tanpa melihat fondasinya, menyewakan rumah dalam beberapa bulan yang berbeda-beda jumlah harinya, menjual buah-buahan yang ada dalam tanah, menjual sesuatu yang hanya bisa diketahui jika dipecahkan atau dirobek. Gharar jenis ini dibolehkan dan akad yang disepakati tetap sah. • Adiwarman Karim dan Oni Sahroni, Riba, Gharar dan Kaidah-kaidah Ekonomi Syariah: Analisis Fikih dan Ekonomi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), 82–83.
  13. • Dapat Ditarik Kesimpulan • Gharar merupakan situasi di mana terjadi karena adanya ketidakpastian kedua belah pihak yang bertransaksi, dan bahkan mengubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti. Hal semcam ini dilarang untuk dilakukan transaksi. Walaupun dalam fikih gharar dimaklumi apabila dalam keadaan butuh (hajjat) yang tidak bisa dialihkan kecuali dengan kesulitan besar (dharurah). • Dalam jual beli yang sifatnya gharar terbagi menjadi tiga, yaitu 1) bila kuantitasnya banyak, hukumnya dilarang berdasarkan ijmâ’. Seperti menjual ikan yang masih dalam air dan burung yang masih di udara; 2) bila jumlahnya sedikit, hukumnya dibolehkan menurut ijma’. Seperti fondasi rumah yang ada dalam transaksi jual beli rumah; 3) Bila kuantitasnya sedang-sedang saja, hukum nya masih diperdebatkan. Namun parameter untuk mengetahui banyak sedikitnya kuantitas, dikembalikan kepada ke biasaan (adat). Kebiasaan orang dalam menaksir yang akan ditransaksikan. • Jika dilihat dari sisi etika transaksi Islam, gharar menyalahi ke etisan dalam transaksi. Sistem etik ekonomi menekankan produk, kewajaran dan kejujuran di dalam perdagangan serta kompetisi yang adil.. • Gharar dilarang bertujuan agar tidak ada pihak-pihak yang bertransaksi dalam ekonomi yang dirugikan karena tidak mendapatkan haknya dan agar tidak terjadi perselisihan dan permusuhan di antara yang bertransaksi